kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Inalum beri pinjaman US$ 900 juta untuk 10% saham Pemda Papua di Freeport


Kamis, 18 Oktober 2018 / 20:45 WIB
Inalum beri pinjaman US$ 900 juta untuk 10% saham Pemda Papua di Freeport
ILUSTRASI. Tambang Grasberg PT Freeport Indonesia


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah menandatangani sales and purchase agreement (SPA) pada 27 September 2018, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) harus membayar US$ 3,85 miliar agar divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia (PTFI) bisa selesai.

Proses SPA dan besaran harga tersebut didapat dari head of agreement (HoA) yang dilakukan pada 12 Juli 2018 lalu.

Rinciannya, harga US$ 3,85 miliar tersebut dipakai sebesar US$ 3,5 miliar untuk membeli participating interest (PI) 40% milik Rio Tinto. Ssejumlah US$ 350 juta dipakai untuk mengakuisisi 9,36% saham milik PT Indocopper Investama (PTII).

Setelah proses divestasi selesai, ditambah dengan saham yang dimiliki oleh Inalum sebelumnya, nantinya holding perusahaan pertambangan BUMN ini akan memiliki 51,23% saham PTFI. Dari jumlah saham yang nantinya dimiliki Inalum tersebut, Pemerintah Daerah (Pemda) Papua akan mendapatkan 10% saham.

Saham 10% itu pun dibagi untuk Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. “70% milik Pemkab dan 30% milik Pemprov untuk yang 10% (saham) di PTFI,” kata Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII, Rabu (17/10).

Berdasarkan data yang dipaparkan dalam forum tersebut, Inalum akan membuat perusahaan patungan atau joint venture (JV) bersama Pemda Papua. Namun, Inalum dan BUMD Papua tidak membuat JV baru, melainkan menggunakan PTII.

Dari 100% saham PT FI nantinya, sebanyak 48,76% saham akan dimiliki oleh Freeport-McMoran Inc (FCX), dan 51,23% saham oleh Inalum. Adapun, 51,23% itu akan terbagi dua, yakni sebesar 26,23% saham dimiliki sendiri oleh Inalum, dan 25% saham menjadi milik PTII sebagai JV antara Inalum dan BUMD Papua.

Sebagai JV, di PTII Inalum memiliki 60% saham dan 40% sahamnya dimiliki oleh BUMD Papua. Sehingga dari 40% saham BUMD Papua di PTII itu, Pemda Papua memiliki total 10% dari keseluruhan saham PTFI pasca divestasi.

Adapun, 10% saham itu tidak diperoleh Pemda Papua secara gratis. Inalum akan memberikan pinjaman sebesar US$ 900 juta kepada BUMD Papua. Menurut Head of Corporate Communications Inalum Rendi A. Witular, dana sejumlah US$ 900 juta itu termasuk dalam pinjaman US$ 3,85 miliar yang akan didapatkan Inalum.

“US$ 900 juta itu diambil dari dana yang US$ 3,85 miliar itu. Jadi sebenarnya itu uang pemda yang kami talangi dulu untuk membayar akuisisi ini,” kata Rendi saat ditemui di Jakarta, Kamis (18/10).

Soal pelunasannya, Rendi menjelaskan bahwa itu akan melalui cicilan yang diambil dari pembagian dividen yang nantinya akan diperoleh oleh Pemda Papua. Ia mengklaim, hal tersebut tidak akan memberatkan karena Inalum akan mengalokasikan dividen lebih banyak dari cicilannya. Namun, soal lama pengembalian, ia tak mau membeberkannya.

“Kami pastikan bahwa cicilannya nanti tidak akan bebani pemda karena alokasi dividennya lebih banyak. Kami nggak mau semua dividen untuk bayar cicilan,” imbuh Rendi.

Sementara, menurut Budi, pendanaan sebesar US$ 3,85 miliar akan diperoleh dari sindikasi delapan bank asing. Ia memastikan, bahwa dalam sindikasi tersebut tidak terdapat bank dari China.

Hingga bulan November nanti, Inalum tengah mempersiapkan kebutuhan pendanaan tersebut. Sembari menunggu proses pendanaan itu, dalam rentang bulan Oktober hingga Desember 2018, ada sejumlah hal yang masih perlu diselesaikan.

Yakni soal penyelesaian isu lingkungan yang nantinya akan dilampirkan dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), persetujuan atas perubahan anggaran dasar PTFI, dan kelengkapan administrasi berupa perizinan yang perlu diperoleh FCX. Yaitu berupa pelaporan persaingan usaha (anti-trust filing) di lima negara, yakni Republik Rakyat Tiongkok, Indonesia, Jepang, Filipina dan Korea Selatan.

Budi yakin, transaksi divestasi ini bisa selesai pada akhir tahun ini. “Tinggal administrasi dan izin-izin untuk bisa penuhi syarat dan pembyaran sebelum closing. Diharapkan selesai bulan Desember,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×