kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Inalum kembali, banyak smelter berdiri


Rabu, 18 Desember 2013 / 13:12 WIB
Inalum kembali, banyak smelter berdiri
ILUSTRASI. Tarif Royalti Progresif Hanya Berlaku untuk IUPK


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Azis Husaini

Meskipun PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) sudah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, namun hingga tiga tahun ke depan, kita masih akan mengimpor bahan baku alumina untuk kebutuhan pabrik Inalum. Sebab, sejauh ini, belum ada smelter grade alumina (SGA) yang beroperasi di Indonesia.

Seperti diketahui, pabrik Inalum menghasilkan aluminium ingot dan sangat membutuhkan bahan baku alumina. Untuk itulah, agar meniadakan impor alumina oleh Inalum, kini banyak perusahaan yang akan membangun SGA untuk memenuhi kebutuhan Inalum.

Dede I Suhendra, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membenarkan, saat ini, banyak perusahaan yang akan membangun SGA untuk memasok kebutuhan Inalum, misalnya, seperti smelter milik PT Bintan Alumina, PT Indo Kapuas Alumina, dan Well Harvest Winning Alumina Refenery.

Selain itu, PT Antam Tbk melalui anak usahanya juga sedang mengembangan smelter chemical grade alumina (CGA), setingkat lebih tinggi dari smelter grade alumina. "Sebab, tahun depan, belum ada yang beroperasi secara penuh, untuk sementara kebutuhan Inalum masih tetap impor," kata Dede kepada KONTAN, Senin (16/12).

Zulnahar Usman, Direktur Utama PT Bintan Alumina Indonesia mengungkapkan, pembangunan smelter grade alumina cukup ekonomis lantaran nilai tambah yang dihasilkan mencapai hampir 10 kali lipat.

Sedangkan kebutuhan bahan baku bauksit sekitar tiga sampai empat kali dari total produksi alumina. Begitu juga untuk memproses alumina menjadi aluminium. "Kalau Indonesia mampu memiliki smelter grade alumina, hasil dari nilai tambah tidak akan ke mana-mana," kata Zulnahar.

Untuk itu, bila nanti pihaknya sudah mengoperasikan smelter grade alumina, Zulhanar ingin memasok kebutuhan Inalum. Asal tahu saja, sekarang ini, pabrik Inalum memiliki kapasitas 225.000 ton per tahun dengan kebutuhan bahan baku sebesar 1 juta ton alumina per tahun. "Kami sangat siap untuk memasok ke Inalum," ujar dia. Rencananya smelter grade alumina milik Bintan akan beroperasi tahun 2015 mendatang.

Asal tahu saja, kisaran harga jual bauksit mencapai US$ 20 per ton, alumina sebesar US$ 300 per ton, dan aluminium sebesar US$ 1.800 per ton. Selain menghasilkan SGA, bauksit juga merupakan bahan baku chemical grade alumina (CGA), adapun rata-rata harga jualnya sekitar US$ 800 per ton.

Namun, yang kini yang menjadi tantangan pemerintah adalah menumbuhkan pabrik-pabrik komponen yang terbuat dari aluminium, seperti produk kemasan minuman, produk otomotif, hingga elektronik.

Kebutuhan aluminium domestik mencapai 560.000 ton per tahun, sedangkan produksi Inalum hanya 250.000 ton per tahun, dan kelak akan ditingkatkan menjadi 400.000 ton per tahun.

Zulhanar mengatakan, pihaknya optimistis industri aluminium bisa berkembang, asalkan pemerintah tetap konsisten melarang ekspor bauksit sebagai bahan baku aluminium. (Bagian 2)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×