Reporter: Ranimay Syarah, Azis Husaini, Muhammad Yazid | Editor: Azis Husaini
JAKARTA. Setelah menolak mentah-mentah program pemurnian mineral yang akan dijalankan 12 Januari 2014, PT Newmont Nusa Tenggara kini mulai melunak. Perusahaan asal Amerika Serikat ini bersedia membangun smelter sesuai titah UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Martiono Hadianto, Presiden Direktur Newmont menyampaikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Newmont sejauh ini telah membahas bersama mengenai pemurnian mineral terkait dengan kegiatan pengolahan dan pemurnian di Indonesia. Bahkan, sebelumnya, Newmont juga sudah menyepakati akan memasok konsentrat ke smelter yang dibuat PT Indosmelt dan PT Nusantara Smelting.
Martiono menyatakan, pihaknya sebelumnya memang menilai pembangunan smelter khusus untuk tambang Batu Hijau tidak layak secara ekonomi karena berbagai aspek. Namun, "Newmont tetap bersedia melakukan diskusi untuk membentuk konsorsium dengan pemerintah, para pelaku usaha dari industri lain, dan para ahli independen untuk melakukan studi menyeluruh tentang kemungkinan pembangunan smelter baru di dalam negeri," ungkap dia dalam pernyataan tertulis ke KONTAN, Rabu (11/12).
Martiono menyatakan, sejak berdiri, Newmont sudah memiliki pabrik pengolahan yang telah dibangun dengan nilai investasi sebesar US$ 1,5 miliar. "Kami sudah meningkatkan mutu bijih tembaga hingga 50 kali sesuai dengan UU Minerba," ucap dia.
Memang betul Newmont sudah mengolah bijih tembaga. Namun, klaim tersebut tak cukup. UU Minerba mewajibkan bukan sekadar mengolah mineral, tetapi juga mesti memurnikan mineral. Nah, Newmont belum memurnikan konsentrat mineral.
Pasal 170 UU Minerba menyatakan, pemegang kontrak karya (KK) pertambangan yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian mineral. Kewajiban tersebut berlaku paling lambat lima tahun sejak pengesahan UU Minerba.
Meski demikian, Newmont masih mengelak. Martiono menyatakan, semua bijih mineral dari tambang Batu Hijau selama ini diolah melalui sistem peremukan, penggerusan, dan pengapungan untuk menghasilkan konsentrat tembaga di fasilitas pengolahan di Kabupaten Sumbawa Barat. Jadi, "Kami tidak mengekspor bijih mentah yang tidak diolah," ungkap dia.
Argumentasi Martiono ditepis oleh Dede Ida Suhendar, Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM. Dia mengatakan, saat ini Newmont belum memurnikan bijih emas dan tembaganya secara penuh. "Newmont baru memurnikan 30% konsentrat untuk menjadi tembaga murni berkadar 99,9% dan sisanya yang 70% belum dimurnikan," ungkap dia.
Dede menegaskan, instruksi UU Minerba sudah sangat jelas dan tidak ada lagi celah untuk kebolehan ekspor ore tahun depan oleh perusahaan tambang mineral. "Kami sudah meminta izin DPR RI, karena mereka tak mengizinkan tentu tidak bisa lagi ekspor di tahun 2014," kata dia.
DPR dan pemerintah juga sudah bersepakat menerapkan larangan ekspor mineral mentah ini mulai tahun depan tanpa pengecualian. Dengan kata lain, Newmont berpotensi tak bisa mengekspor 70% produksinya jika tetap menolak membangun smelter.
Menaikkan nilai tambah
Herman Seran, Direktur PT Batu Tua Tembaga Raya, pengelola smelter copper cathode di Maluku Barat Daya mengungkapkan, peningkatan nilai tambah bijih tembaga atau konsentrat menjadi copper chatode maupun hingga menjadi logam mulia tentu sangat menguntungkan perusahaan. "Sumber daya alam sebagai aset memang sudah seharusnya dioptimalkan untuk memberi nilai tambah yang optimal bagi pemiliknya, yaitu negara," kata dia.
Sebagai contoh, harga jual copper chatode saat ini berkisar US$ 6.000 per ton, sedangkan harga patokan ekspor (HPE) bijih tembaga hanya US$ 2.165 per ton. Dengan begitu, adanya peningkatan harga jual akan memberikan dampak positif bagi peningkatan pajak negara.
Keuntungan lainnya, menurut Herman, masih terdapat kandungan ikutan lainnya dari hasil proses pengolahan konsentrat bijih tembaga, seperti, slag dan sulfur. Berbagai mineral ikutan itu dapat dimanfaatkan oleh industri semen dan petrokimia. "Konsentrat tembaga juga memiliki produk ikutan berupa anode slime yang dapat diolah lebih lanjut hingga menghasilkan logam mulia," ujar dia.
Karena itu, kata Herman, pihaknya juga meminta pemerintah secara tegas menjalankan amanat UU Minerba yang mengamanahkan untuk melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Sehingga, "Kita tidak lagi dikendalikan oleh tekanan pasar, dan bermanfaat untuk kesejahteraan bangsa bukan hanya segelintir orang," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News