Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pemutusan hubungan kerja (PHK) ribuan buruh pabrik rokok PT HM Sampoerna Tbk terus menuai kecaman. Apalagi, PHK itu berbarengan dengan pembagian dividen perusahaan berkode saham HMSP yang mencapai hampir Rp 10 triliun.
Direktur Institute for Development and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati berpendapat, saat ini industri rokok terutama Sigaret Kretek Tangan (SKT) tengah terpuruk. Dalam tiga tahun terakhir, ada ratusan pabrik rokok kretek yang terpaksa tutup.
Ini terjadi karena pemerintah tak memiliki kebijakan untuk melindungi industri rokok kretek. Namun, PHK yang dilakukan Sampoerna yang baru saja mengempit laba bersih hingga Rp 9,95 triliun, jelas merupakan ironi.
Enny menambahkan, bagi perusahaan, kalau ada potensi keuntungan maka akan terus ditingkatkan. Alasan Sampoerna memilih menutup SKT bukan karena prospek bisnis turun. “Sekarang dengan mesin baru per menit bisa sampai 8.000 batang, dengan hitungan itu bisa dihitung makin besar produksinya," kata Enny dalam keterangannya, Rabu (21/5).
Penyebab PHK ribuan pekerja juga karena pemerintah gagal mengantisipasi hal ini. Pemerintah juga tidak pernah memperlakukan berbeda antara SKM dan SKT. Seharusnya, khusus SKT, yang menyerap banyak tenaga kerja dengan mayoritas pabrik skala menengah kecil, pemerintah memberikan insentif dan membedakan pungutan cukai.
Humas HM Sampoerna Mochamad Tommy Hersyaputera belum lama ini menuturkan bahwa dari seluruh laba di 2012, 100%-nya dibagikan kepada pemegang saham alias tidak ada laba yang ditahan.
Seperti diketahui, Philip Morris saat ini memiliki saham HM Sampoerna sebesar 98,18%. Dengan pembagian dividen tunai sebesar Rp 9,95 triliun atau Rp 2.269 per lembar saham dari laba bersih tahun buku 2012, itu artinya hampir seluruhnya mengalir ke kas Philip Morris.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News