kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indef: Penurunan harga BBM harus dilakukan bertahap


Senin, 04 Mei 2020 / 21:18 WIB
Indef: Penurunan harga BBM harus dilakukan bertahap
ILUSTRASI. Petugas SPBU menunggu konsumen di SPBU COCO Pertamina, Kuningan, Jakarta, Rabu (29/4/2020). PT Pertamina (Persero) mencatat selama penerapan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB), permintaan BBM di kota-kota besar mengalami penurunan di atas 50 persen dan


Reporter: Filemon Agung | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memastikan tidak bakal menurunkan harga BBM untuk bulan Mei ini sembari menanti perkembangan harga minyak global dan dampak pemangkasan produksi negara-negara OPEC+.

Direktur Eksekutif Institute Development of Economic and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai, penurunan harga BBM dapat menjadi insentif ekonomi di tengah kondisi pandemi.

"Saat ini kita lihat konsumsi memang turun, artinya daya beli juga turun, penurunan harga BBM bisa memangkas biaya transportasi dan biaya barang dan jasa sehingga mendorong daya beli masyarakat," jelas Tauhid kepada Kontan.co.id, Senin (4/5).

Baca Juga: Menteri ESDM sebut harga BBM di Indonesia murah di Asean, berikut perbandingannya

Tauhid melanjutkan, pemerintah kini memang dihadapkan pada situasi di mana harus menurunkan harga BBM untuk kepentingan masyarakat atau menahan harga dengan perhitungan kondisi keuangan internal Pertamina.

Menurutnya, penurunan dapat dilakukan secara bertahap hingga kisaran 20%. Langkah ini juga dinilai tepat sehingga ketika harga minyak kembali membaik, kenaikan harga BBM dapat tetap dilakukan.

Apalagi, dengan kondisi Pertamina saat ini, penurunan harga BBM memang cukup sulit jika dilakukan dalam waktu cepat.

Tauhid menambahkan, penurunan harga BBM yang tak kunjung dilakukan besar kemungkinan sebagai dampak kontrak impor yang dibeli dengan asumsi harga minyak pada kisaran normal sebelum pandemi terjadi.

"Jika belum turun, saya melihatnya pemerintah masih galau kalau harganya naik lagi. Sehingga mereka belum berani menurunkan harga sekarang karena hitungannya masih rugi karena mungkin saja dengan kapasitas kilang sudah full sementara distribusi atau supply merosot, kecuali cepat habis sehingga bisa kontrak dengan harga baru," tutur Tauhid.

Di sisi lain, Menteri ESDM mengklaim penerapan harga BBM yang ada saat ini masih tergolong murah untuk kawasan Asia Tenggara.

Menanggapi hal tersebut, Tauhid menilai ada sejumlah hal yang perlu menjadi pertimbangan. Ia mencontohkan, Indonesia tidak sepenuhnya melakukan impor minyak di mana sebagian kebutuhan dalam negeri masih bersumber pada produksi nasional.

Baca Juga: Menteri ESDM: Harga BBM bulan Mei belum akan turun, masih sama seperti April

"Tentu saja ini kan berbeda kasusnya tiap negara, ada negara yang purely impor dan ada yg kayak kita separuh produksi dalam negeri dan separuh impor, tentu adjustmentnya berbeda," jelas Tauhid.

Ia menambahkan, di sisi lain dalam beberapa hari terakhir nilai tukar rupiah cenderung berada pada tingkatan yang stabil.

Untuk itu, menurutnya diperlukan konsistensi pemerintah sebab harga jual BBM ditentukan oleh sejumlah faktor. Ketika terjadi penurunan nilai dari salah satu komponen yang mencapai di atas 5% maka seharusnya terjadi perubahan perhitungan pula.

"Memang peninjauannya harus lebih cepat kalau perkembangannya dinamis. Apalagi proyeksi banyak lembaga, harga paling tinggi tidak mungkin kembali ke angka US$ 50 hingga US$ 60 per barel di akhir tahun," tandas Tauhid.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×