Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan dan Asoasiasi Kosmetika Indonesia (PPA Kosmetika) Putri K. Wardhani, pernah mengatakan, dominasi produk impor menguasai penjualan di peritel atau departemen store, mempersempit kesempatan produk lokal untuk bersaing.
Lemahnya daya saing produsen kosmetik nasional, juga lantaran masih didominasi oleh industri kecil menengah (IKM). Pendampingan industri masih tertinggal dibanding negara lain. Dua masalah itu, kian runyam, ditambah dengan adanya pelonggaran ketentuan impor kosmetik.
Jika dalam Permendag No 73 Tahun 2014, terdapat ketentuan Importir Terdaftar (IT); Angka Pengenal Importir (API); dan Verifikasi Teknis di Pelabuhan Muat, setelah ada deregulasi dengan hadirnya Permendag No 87 Tahun 2015, hanya ada satu ketentuan yakni cukup memiliki Angka Pengenal Importir Uum (API-U). Alhasil, deregulasi yang semula ditujukan memperlancar arus barang justru berdampak pada peningkatan realisasi impor yang menyudutkan industri dalam negeri.
Bahkan, merujuk data BPS, ketika ketentuan verifikasi impor Kosmetik masih diberlakukan, terjadi penurunan impor sebesar 14% dari tahun 2013 hingga 2015. Namun, ketika ketentuan verifikasi dihilangkan pada Desember 2015, terjadi peningkatan sekitar 7% hanya dalam waktu satu tahun.
"Begitu dibebaskan untuk impor, maka sulit mendeteksi jenis, spesifikasi produk, karena tercampur . Itu memberikan peluang kebocoran, produk-produk yang mestinya dilakukan pengendalian, tercampur dengan produk lain," tegas Enny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News