kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.918   12,00   0,08%
  • IDX 7.194   53,44   0,75%
  • KOMPAS100 1.105   10,45   0,95%
  • LQ45 877   11,00   1,27%
  • ISSI 221   0,83   0,38%
  • IDX30 448   5,50   1,24%
  • IDXHIDIV20 540   5,09   0,95%
  • IDX80 127   1,35   1,07%
  • IDXV30 134   0,22   0,17%
  • IDXQ30 149   1,57   1,07%

Indef: Sinkronisasi kebijakan demi produk lokal


Kamis, 19 Januari 2017 / 16:49 WIB
Indef: Sinkronisasi kebijakan demi produk lokal


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Pemerintah perlu sinkronisasi kebijakan antar kementerian untuk memperkuat dan mendorong industri di dalam negeri. Sinkronisasi mutlak dilakukan agar industri mampu bertahan di tengah kian derasnya serbuan produk impor ke Indonesia.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartarti mengemukakan, pemerintah harus memberi dukungan nyata bagi industri dalam negeri. Jangan sampai, berbagai kebijakan atau deregulasi yang dikeluarkan, justru malah membuat produk dari negara lain kian mudah masuk.

"Hasil analisa kami, banyak kebijakan yang bisa diidentifikasikan itu justru melemahkan industri dalam negeri. Kebijakan yang tidak sinkron lintas kementerian ini justru melemahkan industri dalam negeri, terutama berkaitan dengan kebijakan perdagangan dan importasi," ujar Enny, Kamis (19/1).

Misal, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 87/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu dan Permendag 70/2015 tentang Angka Pengenal Importir, yang diproses kalangan industri, menjadi contoh tidak sinkronnya kebijakan. Di satu sisi ada keinginan memperkuat industri dalam negeri, di sisi lain justru membuka keran impor besar-besaran.

"Impor produk konsumsi itu sekarang ini tidak karu-karuan, besar sekali. Ini karena importir umum itu bebas mengimpor apa saja," ujar Enny.

Jika importasi produk-produk tertentu, seperti kosmetik, yang memiliki korelasi dengan isu kesehatan, tanpa melewati proses verifikasi, tanpa pengecekan, tentu saja dari sisi konsumen juga akan dirugikan. Karena kualitasnya tidak terkontrol. Karena itu, tidak bisa lagi kebijakan dibuat parsial.

"Ini paling dirugikan tentu produsen, industri dalam negeri. Di tengah pelemahan daya beli, masyarakat sudah tidak berpikir kualitas , yang penting mereka bisa mengakses barang produk sejenis, asal harga murah. Sementara itu, para importir juga tidak peduli, dengan biaya logistik lebih murah,  mereka lebih suka impor, walaupun dari China," tegas Enny.

Menurut data BPOM, saat ini produk impor menguasai pasar kosmetik hampir 60%. Selama periode 2013-2014, kosmetik impor menunjukkan peningkatan dominasi pangsa pasar sedangkan kosmetik domestik mengalami penurunan.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×