Reporter: Vina Elvira | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Directorate General of Trade Remedies (DGTR) India melalui Final Finding F. No. 7/03/2021 yang diterbitkan tanggal 31 Juli 2021 yang lalu merekomendasikan untuk tidak lagi mengenakan bea masuk anti dumping terhadap produk serat rayon atau viscose fiber asal Indonesia.
Sebagai asosiasi yang mewakili empat perusahaan produsen viscose fiber dalam negeri yang menjadi anggotanya, Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menyampaikan ucapan terima kasih kepada jajaran di Kementerian Perdagangan RI sehingga BMAD viscose fiber asal Indonesia yang sudah diberlakukan selama 11 tahun bisa dihentikan.
"“Kami sangat mengapresiasi upaya dan kerja keras yang dilakukan Menteri Perdagangan (Mendag) dan jajarannya, khususnya DitJen Daglu, Direktur Pengamanan Perdagangan dan juga Atase Perdagangan kita di New Delhi yang tak kenal lelah meyakinkan otoritas India bahwa tuduhan-tuduhan tersebut tidak berdasar dan sudah saatnya untuk segera dicabut,” ujar Sekretaris Jenderal APSyFI, Redma Gita Wirawasta dalam siaran pers yang diterima Kontan.co.id, Kamis (5/8).
Baca Juga: Mendag sebut ekspor Indonesia mengalami tren peningkatan
Redma mengatakan, pihaknya selalu menjungjung tinggi asas fairness dalam melakukan perdagangan dengan negara manapun. Dengan lobi serta argumen data yang kuat dari pemerintah disertai dukungan dari para wakil dari produsen serat viscose dalam negeri, akhirnya otoritas India tidak mengabulkan permohonan sunset review BMAD viscose fiber yang diajukan industri dalam negerinya.
“Ini untuk kesekian kalinya Kemendag berhasil mengamankan perdagangan produk Indonesia dari tuduhan trade remedies di negara importir,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur PT Asia Pasific Rayon (APR), Basrie Kamba menyatakan, pada dasarnya kapasitas produksi viscose di dalam negeri diprioritaskan untuk menyuplai kebutuhan dalam negeri yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun, mengamankan pasar ekspor juga sangat penting, di mana total ekspor viscose fiber Indonesia setiap tahunnya sekitar US$ 400 juta.
“APR yang sedang meningkatkan kapasitasnya dari saat ini 240.000 ton per tahun menjadi 600.000/tahun di tahun 2023 sangat berterima kasih kepada seluruh jajaran Kemendag atas keberhasilan ini yang tentunya akan meningkatkan devisa negara khususnya dari sektor bahan baku tekstil,” ujar Basrie.
Di sisi lain, Direktur Keuangan PT South Pacific Viscose (SPV), Rahadian Ratmawijaya menyebutkan India merupakan pasar yang sangat penting bagi viscose Indonesia, sehingga keputusan ini akan sangat membantu produsen viscose fiber di Indonesia untuk mengamankan pasar ekspor.
“Kapasitas produksi pemintalan di India mencapai lebih dari 40 juta mata pintal atau 4 kali lipat dibandingkan Indonesia, sehingga kebutuhan viscose fibernya sangat besar," kata Rahadian.
Selanjutnya: Simak usulan industri tekstil hulu terkait pelaksanaan PPKM
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News