kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indonesia Masih Defisit Gula, Begini Kata Pengamat


Jumat, 23 Februari 2024 / 11:48 WIB
Indonesia Masih Defisit Gula, Begini Kata Pengamat
ILUSTRASI. Produksi gula dalam negeri maksimal hanya 2,4 juta ton. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/foc.


Reporter: Leni Wandira | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan data Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pangan, ID Food, produksi gula dalam negeri maksimal hanya 2,4 juta ton. Jauh di bawah kebutuhan sebesar 7 juta ton. Angka defisitnya pun cukup tinggi mencapai 4,6 juta ton.  

Peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta membeberkan solusinya agar Indonesia terlepas dari masalah defisit hingga menuju swasembada gula.

Menurutnya, cara terbaik dengan melakukan pemberdayaan terhadap petani agar dapat memaksimalkan teknologi canggih yang ada saat ini. Tentunya, tujuannya untuk meningkatkan produktivitas petani.

Baca Juga: Wujudkan Swasembada Gula, Kemendag Susun Roadmap Peningkatan Produktivitas Tebu

Pasalnya, mayoritas petani Indonesia saat ini masih dalam skala kecil. Akibatnya tidak bisa memanfaatkan mekanisasi dan teknologi dengan optimal. 

"Gimana bisa optimal pakai traktor kalau baru sekian meter sudah mentok? AS dan Australia itu eksportir produk pertanian besar tapi petaninya sedikit. Karena per petani menggarap lahan yang sangat luas, produktivitas mereka jadi bisa optimal," kata Krisna kepada kontan.co.id, Jumat (23/2).

Kemudian, perlunya peningkatan dari sisi off farm. Permesinan yang lebih efisien tentu diperlukan. Kata dia, skala industri saat ini masih terbantu oleh impor.

"Pabrik besar akan mahal operasionalnya kalau tebunya sedikit. Karena tebu dari domestik sedikit, harus ditambah dari impor," ujar dia.

"Nah total on farm dan off farm ini harus efisien. Kalau tidak, maka tidak akan pernah bisa mengurangi ketergantungan akan impor gula kita. Karena tidak bisa bersaing secara harga," sambungnya,

Krisna bilang, harga di gula pasar global secara tahunan sudah naik sekitar 50% jika dibandingkan dengan tahun lalu. 

"Harga gula internasional itu secara konsisten sepertiga-setengah harga domestik. Jauhlah," ungkapnya.

Lebih lanjut, kata dia, skala produksi juga menjadi salah satu masalah terbesar dalam upaya peningkatan produktivitas gula. 

Baca Juga: Kemendag: Penerbitan Persetujuan Impor Garam Dalam Proses Verifikasi

"Sebenarnya karena lahan kita terbatas sementara banyak tanaman kebun kita yang juga penting, seperti karet dan kelapa sawit. Gula tentu harus berbagi lahan," pungkasnya.

Adapun berdasarkan Prognosa Badan Pangan Nasional, neraca komoditas gula sebagian masih dipenuhi dari luar. 

Kebutuhan gula konsumsi nasional saat ini sebesar 3,39 juta ton per tahun, sementara perkiraan produksi gula nasional tahun 2023 sebesar 2,7 juta ton. 

Untuk harga gula konsumsi, berdasarkan Panel Harga Pangan NFA, kondisi harga rata-rata nasional gula konsumsi di tingkat konsumen per 7 Agustus 2023 berada di harga Rp 14.658 per kg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×