kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri ayam perlu meningkatkan nilai tambah untuk menghadapi serbuan impor


Minggu, 11 Agustus 2019 / 17:23 WIB
Industri ayam perlu meningkatkan nilai tambah untuk menghadapi serbuan impor
ILUSTRASI. Peternakan ayam


Reporter: Agung Hidayat, Muhammad Julian | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebergantungan industri ayam dengan produk komoditas sudah harus dihilangkan, mengingat masuknya impor ayam dari Brasil ke Indonesia akibat kekalahan gugatan negara ini ke WTO. Untuk itulah produsen pakan dan ayam potong, PT Sierad Produce Tbk (SIPD) cukup getol bermain di ranah added value product alias produk dengan nilai tambah.

Adapun perkara gugatan WTO tersebut, menurut Tommy Wattemena, Direktur Utama SIPD hampir semua negara produsen ayam juga mengalami kekalahan yang sama terhadap Brasil. Filipina dan India belum lama ini telah membuka keran impor dari Negeri Samba tersebut.

Baca Juga: Ancaman arus impor ayam Brasil mengintai, begini tanggapan Malindo Feedmill

Meski demikian, Tommy masih optimistis pemerintah dapat memberikan perlindungan bagi industri. "Indonesia kan punya level ketahanan, terkait halal misalnya, pemerintah harus dapat bikin supply chain halal yang kuat," kata Tommy kepada Kontan.co.id, Minggu (11/8).

Selain itu produk ayam yang masuk dari Brasil itu kebanyakan jenis frozen product dengan ukuran ayam terbilang besar per ekornya memiliki berat 2,5 kg-3 kg yang kurang akrab bagi konsumen Indonesia. "Masyarakat di sini juga masih suka konsumsi ayam segar, sedangkan pangsa pasar ayam frozen terbilang kecil sekitar 2%-3% dari konsumsi ayam nasional," terang Tommy.

Meski tantangan di Indonesia berbeda, lebih lanjut ia bilang, bukan tidak mungkin produsen dari luar negeri tersebut mempelajari kondisi pasar Indonesia. "Lama-lama tentu mereka bisa berubah dalam 5-6 tahun ke depan. Dengan waktu itu pemerintah harus menyiapkan kebijakan yang akurat," sebutnya.

Baca Juga: Kinerja Sierad Produce (SIPD) makin ciamik pada paruh pertama 2019

Pertama, Tommy menyoroti persoalan tidak bolehnya impor jagung untuk pakan. Hal ini menyebabkan industri kurang kompetitif. Padahal biaya pakan memakan 50% beban produksi ayam potong dan petelur.

Kedua soal saluran distribusi yang terbilang berat bagi negara kepulauan Indonesia. Ketiga, industri ayam sudah waktunya menitikberatkan pada segmen downstream atau memproduksi barang bernilai tambah.

"Kami sendiri tengah meningkatkan segmen sosis, nugget, dan sebagainya. Jadi jangan bertumpu pada komoditas saja. Sebab secara industri kita kalah jauh dari Brasil untuk komoditas, karena mereka punya pertanian kedelai, jagung dan bahan pakan lainnya yang tinggi," urai Tommy.

Baca Juga: Malindo Feedmill (MAIN) bukukan kenaikan pendapatan 26%, begini rekomendasi analis

Sierad tengah memperlebar porsi added value product di tahun ini 20%-25% dari perolehan penjualan. SIPD pun saat ini tengah melakukan berbagai inovasi agar menghasilkan efisiensi salah satunya dengan pengadaan smartfarm.

Penjualan bersih SIPD meningkat 35,21% secara year on year (yoy) menjadi Rp 1,92 triliun di semester-I 2019 dari sebelumnya Rp 1,42 triliun. Kenaikan penjualan turut mengerek laba tahun berjalan secara signifikan menjadi Rp 31,03 miliar, padahal sebelumnya hanya tercatat Rp 4,04 miliar. 

Sementara itu Andre Andreas Hendjan, Corporate Secretary PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) optimistis keran impor ini tak sampai mengusik industri ayam dalam negeri. "Kami yakin pemerintah akan melindungi industri peternakan lokal," kata Andre kepada Kontan.co.id.

Baca Juga: Pemusnahan ayam bakal membangkitkan bisnis Japfa Comfeed (JPFA) di paruh kedua

Mengenai potensi pasar, menurut MAIN semua masih berjalan normal sesuai dengan permintaan dan penawaran. "Dan masalah harga nanti akan tercipta adjust secara otomatis," kata Andre.

Sekadar informasi, MAIN membukukan pertumbuhan pendapatan 26% secara tahunan menjadi Rp 3,87 triliun pada semester I-2019. Pada paruh pertama tahun lalu, perusahaan ini mencatatkan pendapatan Rp 3,07 triliun.

Pertumbuhan paling besar ditorehkan oleh segmen pakan yang berkontribusi 65,4% terhadap total pendapatan MAIN. Bisnis pakan tumbuh 33,6% secara year on year (yoy), dari Rp 1,9 triliun menjadi Rp 2,53 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×