Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat industri komputer, barang elektronik dan optik pada September 2024 mengalami penurunan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) akibat gempuran barang elektronik impor.
Menurut Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif, penurunan ini salah satunya adalah efek samping dari berlakunya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan Impor yang berlaku sejak 17 Mei 2024.
"Kami memantau utilisasi pabrik elektronik selalu di bawah 50 persen, semakin diperparah dengan berlakunya Permendag 8 yang membebaskan kode Harmonized System (HS) terkait dengan barang elektronik, dan barang jadi elektronik," ungkap Febri dalam acara konferensi pers, Senin (30/09).
Febri menambahkan, relaksasi impor yang terjadi akibat Permendag 8/24 ini memiliki dampak panjang, hingga September 2024 industri elektronik dalam negeri harus bersaing dengan elektronik impor.
Baca Juga: Indeks Kepercayaan Industri (IKI) September 2024 Ada di Level 52,48
"Nah, kami melihat itu yang membuat industri elektronik dalam negeri sulit naik, seperti produk TV, Kulkas, AC, dan lainnya termasuk juga komputer," tambahnya.
Untuk menyelamatkan industri elektronik dalam negeri Febri bilang pemerintah perlu menggenjot investasi di sektor hulu industri elektronik, yaitu melalui pengembangan industri semi konduktor.
"Kedepan kami berharap industri ini terutama di hulu, industri semi konduktor, dengan pemerintahan mendatang ada investasi di hulu, meskipun kita akui masih tertinggal dibandingkan negara tetangga," ungkapnya.
Terkait terpuruknya industri elektronik dalam negeri, dalam kesempatan yang sama, Kepala Bagian Program dan Kerja Sama Sekretariat Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin, Solehan mengatakan semenjak Permendag 8/24 diberlakukan, impor produk elektronik semakin meningkat.
"Sebelum Permendag 8, sebelumnya kan dilakukan lartas melalui HS yang ada, ini secara signifikan bisa menekan impor, tapi ini sudah dilepas lagi, sehingga impor terjadi lagi," katanya.
Asal tahu saja, sebelum Permendag 8/24, Kemendag telah lebih dulu memberlakukan Permendag 36/23. Dalam Permendag 36/23 diatur untuk impor komoditas elektronik dengan HS Code sebanyak 78 HS. Sedangkan dalam Permendag 8/24 hanya diatur 3 HS yaitu ex 8415.10.20, ex 8415.10.30 dan ex 8415.10.90.
Pabrikan Elektronik Mengalami Penurunan Pesanan
Selain bersaing dengan barang impor, pabrikan elektronik dalam negeri juga berhadapan dengan penurunan pesanan, baik pesanan domestik dan ekspor.
"Terjadi kontraksi, karena pesanan saat ini mengalami kontraksi, dengan indikasi adanya pengaruh penurunan pesanan dari dalam negeri dan luar negeri," ungkap Solehan.
Ia juga menambahkan beberapa pabrikan seperti PT Sat Nusapersada Tbk (PTSN) dan PT Siix Electronics Indonesia melaporkan adanya penurunan pesanan sebesar 5-15 persen.
"Memang disampaikan oleh beberapa pabrikan, produsen assembely seperti Nusapersada dan Siix Electronics menyebutkan penurunan pesanan 5-15%," jelasnya.
Penurunan pesanan ini ungkapnya masih dipengaruhi oleh keadaan ekonomi global yang belum stabil, yang dipengaruhi juga oleh keadaan geopolitik.
"Sedangkan untuk pesanan sendiri mengalami penurunan karena adanya kondisi ekonomi global yang tentunya masih ada perang Rusia-Ukraina, lalu Palestina-Israel," tambahnya.
Penurunan pesanan di kuartal-3 juga terjadi khusunya pada jenis elektronik handphone selular yang menurut Solehan adalah jenis elektronik musiman atau seasonal.
"Kemudian produk handphone seluler ini, yang termasuk produk yang seasonal, dimana cenderung mengalami fluktuasi berdasarkan waktu tertentu dalam setahun," katanya.
Meski mengalami beberapa kendala, Solehan mengatakan Kemenperin optimis pada kuartal ke-4 tahun ini sekaligus menjelang pemerintahan baru industri elektronik dalam negeri dapat kembali bangkit.
"Tapi kami yakin di pemerintahan baru dari Oktober sampai dengan Desember kemungkinan mengalami ekspansi di produk-produk yang masuk dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 26 ini," tutupnya.
Baca Juga: Krisis Baja Tiongkok, Indonesia Bisa Jadi Target Buangan Baja Negeri Tirai Bambu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News