kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Industri Kemasan akan naikkan harga jual 20%


Rabu, 11 September 2013 / 17:04 WIB
ILUSTRASI. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)


Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) dipastikan memukul industri kemasan nasional. Felix S Hamidjaja, Ketua Umum Asosiasi Industri Kemasan Fleksibel, mengatakan selama ini industri kemasan membeli bahan baku dengan mata uang dollar AS, sedangkan industri menjual produk kepada produsen menggunakan mata uang rupiah. Hal ini jelas merugikan dan menekan margin perusahaan.

"Sistem perdagangan kita saat ini, khususnya dalam pembelian bahan baku itu dalam dollar AS, meskipun beli dari industri dalam negeri tapi tetap kita beli pakai dollar. Margin pasti berkurang, sebab 80% bahan baku yang kita pakai dibeli dengan dollar," katanya, kemarin (11/9).

Menurut Felix, jangankan memikirkan keuntungan, untuk mendapatkan kembali modal yang sudah dikeluarkan saja sudah sulit. "Apalagi saat ini, ketika produsen membeli ke kami tetap menggunakan sistem kontrak. Sehingga tidak bisa terima langsung pembayarannya," ujarnya.

Untuk menyiasati hal tersebut, asosiasi sepakat menaikkan harga jual produk kemasan ke produsen hingga 20%. "Kenaikan harga jual 20% itu paling membalikkan modal yang sudah kami keluarkan selama ini," katanya. Namun, Felix belum menyebutkan kapan kenaikan harga tersebut diberlakukan.

UU Nomor 7 Tahun 2011

Felix juga menuturkan, pemerintah sudah seharusnya menerapkan UU Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang untuk melindungi industri nasional. Implementasi dari UU tersebut bisa mendorong seluruh produsen bahan baku yang ada di dalam negeri untuk menjual produknya dalam mata uang rupiah.

"Sistem perdagangan di dalam negeri harusnya pakai mata uang rupiah. Kalau tidak mau, maka bakal ada sanksi dari hal itu. Kalau diberlakukan, saya optimistis dalam jangka waktu tiga bulan pasti aman lagi industri kita," katanya.

Kalau ini tidak segera dilakukan, maka dalam waktu dekat industri kemasan tinggal menunggu waktu untuk gulung tikar. "Bisa dibayangkan ribuan pekerja menjadi pengangguran akibat hal tersebut," ungkapnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian MS Hidayat, mengatakan konsumsi produk plastik per kapita di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara di kawasan ASEAN seperti Malaysia, Singapura dan Thailand.

Potensi konsumsi produk plastik di Indonesia masih cukup besar mengingat konsumsi nasional per kapita per tahun baru mencapai 10 kilogram.

Hidayat mengatakan, angka tersebut relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand yang mencapai angka 40 kilogram per kapita per tahun.

"Permintaan plastik kemasan didorong oleh pertumbuhan industri makanan minuman dan fast moving consumer goods sebesar 60 persen," ujarnya.

Hidayat menambahkan, meskipun struktur industri plastik nasional sudah cukup lengkap dari hulu sampai hilir, namun masih ditemui tantangan dalam pengembangannya. Menurutnya, tantangan tersebut antara lain adalah kapasitas produksi yang terbatas pada bahan baku seperti polipropilen dan polietilena. "Dengan kondisi tersebut, kita masih mengimpor sebanyak 694 ribu ton dari total kebutuhan sebesar 1,64 juta ton pada tahun 2011," kata Hidayat. (Tribunnews.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×