Reporter: Mimi Silvia | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Seiring lemahnya industri properti, industri kemarik pun terkena dampaknya. Sampai September 2015, industri keramik nasional mencatat penurunan produksi sebesar 20,4% dibandingkan produksi tahun lalu, sehingga menjadi 390 juta meter persegi.
Tahun depan, menurut Ketua Dewan Penasahat Asosiasi Keramik dan Aneka Industri (ASAKI) Hendrata Atmoko, industri ini diharapkan bisa meraih pendapatan sama dengan tahun ini.
"Kami berharap tidak lebih buruk dibandingkan tahun ini," kata Hendrata kepada Kontan, Senin (14/12). Menurutnya, saat ini industri hanya bisa berharap ada kebijakan pemerintah yang membantu industri bertumbuh.
Kebijakan yang dimaksud meliputi beberapa hal. Pertama, penurunan harga gas per 1 Januari 2016 diharapkan dapat menurunkan biaya produksi sebesar 3-3,5% karena saat ini komponen gas sebesar 30% dari total biaya produksi.
Kedua, adanya diskon listrik pada malam hari ini diharapkan menurunkan biaya produksi sekitar 5-6%.
Adapun yang ketiga terkait transportasi, di mana industri berharap adanya kebijakan kementerian perhubungan melarang pungutan liar. Sehingga dengan itu harga jual bisa diturunkan sekitar 5%-8%.
"Harapan kami, bisa bersaing dengan produk China yang masuk ke Indonesia," kata Hendrata.
Saat ini memang produksi keramik domestik menurun karena produk keramik impor yang membanjiri pasar dalam negeri. Dari catatan Asaki, produk keramik impor telah beredar dipasar dalam negeri sebesar 12%-13%. Namun, di lapangan, produk keramik impor yang beredar di pasar angkanya jauh lebih besar dari angka yang dicatat oleh Asaki.
Adapun industri dalam negeri kalah bersaingnya dengan produk China karena harganya yang lebih murah. Sebelumnya, Elisa Sinaga, Ketua Umum Asaki mengatakan selisih harganya bisa mencapai 10%-20%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News