Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri keramik melirik peluang untuk mengerek naik tingkat utilisasi dan volume produksi. Tetapi, ada sejumlah tantangan yang bisa menghalangi optimalisasi produksi dan penjualan keramik nasional.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto membeberkan rata-rata utilisasi industri keramik pada semester I-2025 mencapai 70%-71%. Lebih tinggi ketimbang posisi pada semester I-2024, yang kala itu hanya mencapai tingkat utilisasi 60%.
Sejalan dengan kenaikan utilisasi, volume produksi keramik nasional ikut mendaki. Asaki mengestimasikan total volume produksi keramik nasional mencapai sekitar 218 juta m2 pada semester I-2025.
Volume produksi keramik naik sekitar 31 juta m2 atau tumbuh 16,5% dibandingkan produksi pada semester I-2024, yang kala sebesar 187 juta m2. Edy menyoroti tiga faktor yang mendongkrak utilisasi dan volume produksi keramik nasional di paruh pertama 2025.
Dorongan itu datang dari implementasi kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD), kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib, hingga perpanjangan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP). Menurut Edy, kebijakan meredam banjir impor keramik, terutama dari China.
"Jadi impor turun, sehingga kapasitas kami naik untuk mensubstitusi itu, mengisi yang sebelumnya dipenuhi produk impor. Ini yang membuat (utilisasi dan volume produksi) bisa tumbuh," kata Edy kepada Kontan.co.id, Kamis (3/7).
Baca Juga: Utilitas Produksi Keramik Indonesia Diharapkan Terus Tumbuh
Meski secara produksi mendaki, tapi Edy menyampaikan bahwa permintaan keramik pada semester I-2025 masih tergolong stagnan. Kondisi ini disebabkan oleh dampak dari pelemahan daya beli masyarakat, sektor properti yang sedang melambat, serta proyek-proyek pemerintah yang belum optimal.
Situasi tersebut menyebabkan tingkat utilisasi produksi masih di bawah target Asaki. "Meskipun tumbuh dibandingkan tahun lalu, namun masih di bawah target yakni tingkat utilisasi 75% untuk semester pertama," kata Edy.
Tantangan & Peluang
Dari sisi produksi, Edy menyoroti persoalan pasokan gas industri yang disertai dengan mahalnya biaya tambahan (surcharge). Padahal, industri keramik menjadi salah satu penerima kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), yang tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 76.K/MG.01/MEM.M/2025.
Dalam beleid itu, harga gas bumi sebagai bahan bakar dipatok sebesar US$ 7 per million british thermal unit (MMBTU), sedangkan harga gas untuk bahan baku sebesar US$ 6,5 per MMBTU. Tapi, Edy mengatakan implementasi kebijakan ini belum berjalan optimal secara kuota pasokan gas maupun dari sisi harga surcharge yang bisa mencapai US$ 9,26 - US$ 16,77 per MMBTU.
"Ini sangat mengganggu daya saing industri keramik. Kalau nantinya ada demand, percuma kalau sulit produksi. Dengan harga gas ini, apa yang menjadi hasil BMAD dan safeguard bisa terdistorsi karena adanya kenaikan biaya produksi," ungkap Edy.
Baca Juga: Program 3 Juta Rumah Berpotensi Kerek Utilisasi Industri Keramik
Dari sisi pasar, tantangan muncul dari lonjakan impor keramik asal India. Estimasi Asaki, impor keramik dari India melonjak hampir 150% dari Januari - April 2025. Kenaikan signifikan ini terjadi karena kelebihan pasokan di India, serta posisi Indonesia yang dijadikan sebagai pasar pengalih ekspor dengan adanya perang tarif dari Amerika Serikat.
Meski begitu, Asaki optimistis utilisasi produksi industri keramik bisa lanjut naik pada semester II-2025. Asaki memprediksi utilisasi di level 75% hingga 85%. Asalkan, program 3 juta rumah yang dicanangkan pemerintah bisa terealisasi.
Edy mengestimasikan, program 3 juta rumah bisa mendongkrak utilisasi hingga 10%-15%. Jika pada semester II-2025 ini bisa terealisasi 1 juta rumah, maka utilisasi produksi keramik bisa naik sekitar 5%.
Baca Juga: Kebijakan HGBT Diperpanjang, Industri Keramik RI Bakal Makin Ekspansif
"Itu yang membuat kami optimistis untuk mencapai utilisasi 75% yang masih realistis. Kami mengharapkan program 3 juta rumah bisa bergulir, 1 juta rumah saja sangat berharga. Ini memang menjadi tumpuan utama kami," kata Edy.
Secara siklus pasar, biasanya permintaan terhadap keramik juga naik pada semester kedua, khususnya pada kuartal ketiga. Faktor pendorongnya adalah permintaan dari industri properti, renovasi rumah, serta proyek-proyek yang sudah berjalan.
Emiten keramik pun melirik peluang pertumbuhan kinerja pada tahun ini. Tengok saja upaya PT Cahayaputra Asa Keramik Tbk (CAKK) untuk menangkap peluang dengan melakukan peremajaan mesin produksi.
Direktur Utama CAKK Johan Silitonga dalam paparan publik pertengahan Juni lalu mengungkapkan peremajaan mesin menjadi strategi untuk mencapai produksi yang lebih efisien. "Efisiensi diharapkan dapat menurunan harga pokok dan meningkatkan laba, serta persaingan harga jual dengan sehat, sehingga membawa dampak positif bagi perusahaan," kata Johan.
Baca Juga: Asaki Pangkas Target Utilisasi Industri Keramik Tahun 2025, Begini Penjelasannya
Selanjutnya: Rupiah Berpotensi Menguat Terbatas, Pasar Nantikan Data Ketenagakerjaan AS
Menarik Dibaca: 5 Manfaat Senam Kegel untuk Wanita, Bikin Orgasme Lebih Baik!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News