Reporter: Benediktus Krisna Yogatama | Editor: Johana K.
JAKARTA Industri keramik dalam negeri keluhkan harga gas dalam negeri lebih mahal dari gas di negara tetangga. Hal ini dinilai mengurangi daya saing dan tingkat efisiensi produksi keramik dalam negeri.
Elisa Sinaga, Ketua Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mengatakan bahwa energi masih menjadi kendala pertumbuhan dan daya saing industri keramik. "Sebetulnya pasokan energi cukup, Harga gas alam yang mahal membebani produksi dalam negeri," ujar Elisa pada Senin (2/2).
Ia mengatakan, harga gas alam untuk keramik di wilayah Indonesia Barat sebesar US$ 9,3 per mmbtu (milion metric british thermal unit). Sedangkan harga gas alam untuk keramik di wilayah Indonesia Timur sebesar US$ 8,4 per mmbtu. Sedangkan menurut Elisa, harga gas alam untuk keramik di Malaysia hanya US$ 5,5 per mmbtu dan di Singapura US$ 4 per mmbtu.
Elisa mengatakan biaya gas mencapai 28%-37% dari total beban produksi di industri keramik. "Mahalnya harga gas alam cukup pengaruhi kami, apalagi fluktuasi kurs juga terus terjadi karena gas harus kami beli dengan kurs dollar," ujar Elisa.
Pada kesempatan yang sama, Harjanto, Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian mengatakan bahwa harga gas yang belum kompetitif menjadi pekerjaan rumah baginya. "Tidak hanya di industri keramik yang keluhkan. Kami upayakan agar industri dapat harga gas yang kompetitif," ujar Harjanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News