kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri kritik Raperda kawasan tanpa rokok DKI


Jumat, 25 Maret 2016 / 09:06 WIB
Industri kritik Raperda kawasan tanpa rokok DKI


Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Munculnya rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang sedang disusun oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pemerintah DKI Jakarta menuai kritik tajam dari asosiasi-asosiasi produsen rokok Indonesia.

Kritik utamanya bermuara pada persoalan pertentangan isi Raperda dengan peraturan nasional yang mengatur tentang produk tembakau, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP 109 Tahun 2012).

Seperti diwartakan sebelumnya, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Muhaimin Moeftie mengungkapkan keluhan dan masukannya terkait Raperda yang sedang disusun.

“Secara hukum, peraturan tingkat nasional haruslah menjadi acuan bagi peraturan daerah. Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang hierarkinya lebih tinggi. Untuk itu, kami meminta DPRD dan Pemda DKI Jakarta untuk mengacu pada PP 109 Tahun 2012 dalam menyusun Raperda tentang Kawasan tanpa Rokok,” katanya, Rabu (23/3).

Menurut Moefti ada beberapa pasal dalam Raperda yang secara jelas bertentangan dengan PP 109 Tahun 2012, antara lain Pasal 23 ayat 1 dan 2 Raperda tentang KTR yang melarang penjual untuk memperlihatkan jenis, merek, warna, logo, dan wujud rokok.

Moefti menambahkan, ketentuan tersebut menghilangkan hak produsen untuk mengomunikasikan produknya dan bertentangan pula dengan Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Senada dengan Gaprindo, Ketua Koalisi Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK) Zulvan Kurniawan mengimbau agar Pemprov DKI menjadikan PP 109 Tahun 2012 sebagai acuan dalam menyusun RAPERDA. "Paling tidak ada solusi yang pas untuk kedua belah pihak," imbuhnya.

“Kalau dipaksakan ini curang namanya, karena pembuatan naskah akademik yang digunakan sebagai dasar perancangan Raperda haruslah melibatkan seluruh stakeholders, jangan hanya menggunakan naskah dari pihak pro-kesehatan. Dalam menyusun peraturan juga harus memperhatikan hirarki, jangan bertentangan dengan peraturan di atasnya,” ujar Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Hasan Aoni Aziz. (Sanusi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×