kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.461.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.130   40,00   0,26%
  • IDX 7.697   -47,60   -0,61%
  • KOMPAS100 1.196   -13,16   -1,09%
  • LQ45 960   -10,60   -1,09%
  • ISSI 231   -1,75   -0,75%
  • IDX30 493   -3,97   -0,80%
  • IDXHIDIV20 592   -5,69   -0,95%
  • IDX80 136   -1,30   -0,95%
  • IDXV30 143   0,32   0,23%
  • IDXQ30 164   -1,28   -0,77%

Industri Makanan dan Minuman Kesulitan Mendapatkan Pasokan Kakao


Jumat, 21 Juni 2024 / 12:28 WIB
Industri Makanan dan Minuman Kesulitan Mendapatkan Pasokan Kakao
ILUSTRASI. Asosiasi Petani Kakao (Askindo) mengungkapkan bahwa produksi kakao dalam negeri kini mulai membaik. ANTARA FOTO/ Akbar Tado/foc.


Reporter: Leni Wandira | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Petani Kakao (Askindo) mengungkapkan bahwa produksi kakao dalam negeri kini mulai membaik. Namun, situasi ini justru mendorong petani untuk lebih fokus mengejar pasar ekspor karena harga jual yang lebih menguntungkan.

Mengomentari hal ini, Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) mengungkapkan bahwa industri yang membutuhkan bahan baku kakao masih menghadapi kesulitan dalam mendapatkan pasokan yang cukup.

Padahal, saat ini harga kakao atau cokelat sedikit mengalami penurunan. Namun demikian, harganya tetap tinggi bagi industri.

Per Juni 2024, industri masih mengikuti harga jual beli kakao mentah di kisaran US$ 8.000-US$ 9.000 per metrik ton sesuai dengan harga kakao dunia.

Baca Juga: Harga Lebih Baik, Petani Pilih Ekspor Biji Kakao

"Sekarang harga sedikit turun, tapi masih tetap tinggi," ujar Ketua Umum GAPMMI, Adhi Lukman, saat dikonfirmasi oleh Kontan.co.id, Jumat (21/6).

Adhi menegaskan bahwa petani kakao memiliki hak untuk memilih ke mana mereka akan menyalurkan hasil panennya, baik untuk ekspor maupun untuk dijual di dalam negeri.

Kementerian Keuangan telah menerbitkan peraturan baru mengenai penetapan barang ekspor yang dikenakan bea keluar dan tarif bea keluar. Salah satunya adalah pengaturan ekspor untuk biji kakao dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 38/2024 pasal 4.

"Dan aturan bea keluar masih berlaku. Tentu petani punya pilihan," tambah Adhi.

Adhi, sebagai ketua umum asosiasi makanan dan minuman yang membutuhkan pasokan cokelat, mengakui bahwa pihaknya kesulitan karena harus bersaing dengan pasar ekspor. Harga dari petani lokal pun masih tergolong tinggi.

"Makanya industri semakin sulit mendapatkan bahan baku karena kita harus bersaing dengan ekspor mentah. Dan harga dari lokal juga mahal," pungkasnya.

Sebelumnya, Asosiasi Petani Kakao (Askindo) menyatakan bahwa produksi kakao dalam negeri sudah mulai membaik. Namun, kondisi ini justru membuat petani lebih memilih untuk mengejar pasar ekspor karena harga jualnya yang lebih baik.

Baca Juga: Petani Kakao Butuh Ekstensifikasi Lahan untuk Tingkatkan Produktivitas

Ketua Umum Asosiasi Petani Kakao, Arief Zamroni, mengatakan bahwa setelah dampak el Nino mulai mereda, keberhasilan panen turut mempengaruhi harga kakao di pasaran.

"Sekarang dampak el Nino mulai berkurang sehingga perlahan panen meningkat, itulah sebabnya harga mulai turun," kata Arief kepada Kontan, Selasa (18/6).

Dengan membaiknya produksi kakao dalam negeri, para petani lebih suka mengekspor kakao mereka karena harga domestik lebih rendah dibandingkan dengan harga di pasar internasional.

Menurutnya, hal ini menjadi dilema karena di satu sisi dapat meningkatkan ekspor, namun di sisi lain dapat menghambat pasokan kakao ke industri dalam negeri.

"Petani tidak terlalu peduli apakah untuk ekspor atau industri dalam negeri, tetapi saat ini ekspor menawarkan harga yang lebih kompetitif sehingga sebagian besar hasil panen diekspor," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Sales Mastery [Mau Omzet Anda Naik? Ikuti Ini!] Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×