Reporter: Agung Hidayat | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak yang terasa pada industri manufaktur cenderung berbeda-beda akibat wabah corona atau covid-19. Namun ditengarai proyeksi pertumbuhan tahun ini masih konservatif.
Fridy Juwono, Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian mengatakan dari sektor kimia, wabah ini mengakibatkan permintaan yang tinggi di beberapa bahan kimia pendukung, misalnya etanol. Dengan industri lokal yang mampu memproduksi melebihi kebutuhan, maka importasi produk tersebut harusnya tidak diperlukan.
Baca Juga: Prospek industri perkapalan negatif akibat pandemi korona
Hal ini menjadi keuntungan bagi industri tersebut dengan penyerapan maksimal produksi lokal oleh pasaran. Namun ada beberapa produk kimia yang masih mengandalkan bahan baku impor, contohnya bahan pendukung untuk pestisida.
"Selama ini impor bahan baku tersebut dari China, kalau situasi masih seperti ini tentu cari alternatif negara lain," terang Fridy kepada Kontan.co.id, Jumat (20/3).
Kondisi yang tidak seimbang ini berpeluang menggerus pertumbuhan industri kimia secara umum. Di tahun lalu pertumbuhan industri kimia diperkirakan mencapai 6% dibandingkan tahun sebelumnya.
Untuk tahun ini Fridy bilang pemerintah masih tetap menggenjot sektor tersebut, apalagi setelah banyaknya investasi di sektor hulunya beberapa waktu yang lalu.
Sebut saja ekspansi dari kilang petrokimia Chandra Asri dari dalam negeri maupun investor luar seperti Lotte Chemical yang juga tengahh berencana menambah pabrikan.
Untuk itu sampai akhir tahun ini Kemenperin masih optimistis kenaikan pertumbuhan kimia di tahun ini bisa sama seperti tahun lalu kisaran 6%.
Dari segi produksi, Rizal Rakhman, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengatakan lini produksi tekstil dan garmen masih terus bekerja. Pengurangan aktivitas kerja tak dimungkinkan lantaran mesin produksi harus terus berproduksi.