kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri pariwisata terpukul pelemahan rupiah


Sabtu, 29 Agustus 2015 / 13:31 WIB
Industri pariwisata terpukul pelemahan rupiah


Reporter: Jane Aprilyani, Merlina M. Barbara | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) benar-benar memukul banyak industri di tanah air. Tak terkecuali industri pariwisata.

Tengok saja, pameran Kompas Travel Fair yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) selama 28-30 Agustus 2015 itu. Meski pengunjung padat, pebisnis travel yang mengikuti pameran mengaku merasakan efek pukulan pelemahan rupiah ke bisnis mereka.

Minat pelancong ke luar negeri atau outbound drop. “Penurunannya sekitar 10% per bulan, sejak bulan Juli,” ujar Dwi Anisa Prafitria, Marketing & Communication, Indo Citra Tamasya, salah satu agen travel yang mengikuti pameran itu ke Kontan, kemarin. (28/9).

Hitungan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), efek pukulan pelemahan rupiah lebih telak lagi. “Ada 30% orang Indonesia batal pergi ke luar negeri karena nilai dollar tinggi,” ujar Johnie Sugiarto, Wakil Ketua Umum Pariwisata dan Olahraga Kadin.

Dollar yang mahal membuat orang Indonesia mengurungkan minat plesir ke luar negara. Performa ini jelas bisa membuat lega. Turunnya minat orang kita melancong ke luar negeri, bisa menghemat valuta asing, khususnya dollar AS yang kian kering.

Meski begitu, catatan Bank Indonesia (BI), hingga kuartal II 2015, jumlah wisatawan Indonesia yang ke luar negeri masih naik 0,5%, dari kuartal I hanya 2,04 juta orang menjadi 2,05 juta orang atau ada kenaikan 10.000 orang. Namun, pengeluaran mereka stagnan. Pembayaran jasa perjalanan hanya US$ 1,7 miliar atau sama dibandingkan triwulan sebelumnya.

Sebaliknya, wisatawan yang datang ke Indonesia menjadi 2,37 juta orang naik 50.000 atau 2,16% dibandingkan triwulan sebelumnya sebanyak 2,32 juta.

Sayang, spending atau pengeluaran wisatawan asing di Indonesia justru mengalami penurunan. Pada triwulan II tahun ini, penerimaan jasa perjalanan wisata tercatat hanya US$ 2,3 miliar atau turun 17,5% dari triwulan I-2105 sebesar US$ 2,7 miliar.

Jeffry Darjamto, Manager Panen Tour mengungkapkan, salah satu kendala yang dihadapi saat ini adalah hotel di Indonesia tak lagi melayani pembayaran menggunakan dollar.

Ini merupakan buntut aturan BI yang mengharuskan penggunaan rupiah untuk transaksi di dalam negeri. "Bisa menggunakan kartu kredit memang, tapi wisatawan takmempercayai penggunaan kartu kredit, sehingga lebih banyak bertransaksi tunai," ujar dia.

Selain itu, kurs rupiah yang tak stabil juga berpengaruh pada ketidakstabilan harga, termasuk pada tiket penerbangan asing. Akibatnya, "Banyak klien yang harus membayar lebih dari budget yang sudah dianggarkan," ujar Jeffry.

Meski begitu, para pebisnis agen wisata masih berharap, loyonya rupiah bisa mendongkrak jumlah wisatawan asing ke Indonesia. Depresiasi rupiah diharapkan bisa menggenjot minat wisatawan asing Indonesia.

Kondisi ini jelas tak bisa diabaikan begitu saja oleh pemerintah. Upaya pemerintah menggenjot jumlah wisatawan asing ke Indonesia bisa jauh panggang dari api. Apalagi, saat ini, kita membutuhkan pasokan valas yang cukup besar untuk antisipasi krisis global serta menurunnya kinerja ekspor.

Jika kondisi ini berlarut, target kunjungan wisatawan mancanegara yakni sebanyak 10 juta orang di tahun ini, dengan perolehan devisa US$ 10 miliar juga bakal sulit terwujud. Upaya pemerintah untuk menggarap lokasi wisata baru juga bisa sia-sia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×