Reporter: Herlina KD |
JAKARTA. Industri suplemen tengah mempersiapkan diri menangkap peluang memperbesar ekspor lewat harmonisasi persyaratan suplemen antar negara Asia Tenggara. Dalam harmonisasi tersebut, setiap negara Asia Tenggara akan memiliki standardisasi yang sama menyangkut suplemen. Hal ini ditegaskan oleh Ferdinand Boedi Poerwoko, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Suplemen Kesehatan Indonesia (APSKI) di Jakarta, Kamis (18/11).
Standardisasi itu antara lain definisi, keamanan, registrasi, serta labelisasi. Secara definisi, Asia Tenggara sepakat yang dimaksud dengan suplemen makanan adalah produk untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan.
Dalam hal registrasi, sebuah suplemen diharuskan memenuhi persyaratan administrasi dan keamanan produksi seperti kandungan zat yang sesuai batas serta teruji secara klinis. Selain berlaku pada suplemen, harmonisasi ini juga akan diberlakukan pada 11 sektor termasuk sektor kesehatan. Yang termasuk dalam sektor kesehatan antara lain obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan, alat kesehatan, dan pangan olahan.
Dengan adanya harmonisasi, potensi produk impor masuk akan besar karena standardisasi yang berlaku di setiap negara sama. Untuk itu, Boedi mengimbau pelaku industri untuk meningkatkan kualitas serta melakukan efisiensi agar bisa bersaing dengan produk impor.
Selain itu, harmonisasi juga diharapkan bisa meningkatkan peluang ekspor. Selama ini, Indonesia sudah mengekspor suplemen ke negara Asia. "Penduduk Asia Tenggara ada 520 juta jiwa, ini menjadi potensi yang besar bagi ekspor suplemen kita," imbuh Boedi.
Nah, demi bisa bersaing dengan negara Asia Tenggara, APSKI berharap Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM) dapat menyalurkan aspirasi pelaku industri pada pembahasan harmonisasi berikutnya.
Kustantinah, Ketua BPOM mengatakan, harmonisasi ini berpeluang menjadikan Indonesia sebagai negara produksi untuk menggaet pasar Asia Tenggara yang besar. "Untuk itu pelaku industri harus melakukan inovasi dan pemasaran gencar agar bisa bersaing dengan produk impor dan bisa mengekspor lebih banyak," ujar Kustantinah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News