Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para pengusaha tekstil dan produk tekstil (TPT) berharap, benang kusut bisnis di sektor industri ini segera terurai pada tahun 2018. Salah satu syaratnya, pemerintah harus memperhatikan persoalan industri ini, dari mulai soal impor ilegal sampai dengan urusan ketenagakerjaan serta ketersediaan bahan baku.
Presiden Direktur PT Sri Rejeki Isman Tbk Iwan Setiawan Lukminto menyatakan bahwa prospek industri tekstil tahun ini lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya, lantaran harga komoditas seperti minyak, kapas dan lainnya mulai merangkak naik. "Saya optimistis karena melihat tren order bisa lebih naik," jelas Iwan kepada KONTAN, Minggu (21/1).
Meski belum membeberkan target, Iwan menilai, kinerja tahun ini bisa positif, baik pendapatan maupun laba. Emiten berkode dagang SRIL di Bursa Efek Indonesia ini sudah menyiapkan maintenance capex sekitar US$ 20 juta. Dana tersebut untuk peningkatan kinerja pengoperasian perusahaan.
Di luar capex tersebut, SRIL menyiapkan agenda akuisisi. Akuisisi tersebut sesuai hasil di RUPSLB tahun kemarin. Langkah tersebut juga bagian dari strategi perusahan untuk penguatan pasar serta diverifikasi produk. "Ada dua perusahaan di bawah satu owner akan diakuisisi, kita harapkan selesai tahun ini," lanjutnya.
Permintaan meningkat
Sebaliknya, Tirta Heru Citra, Direktur PT Ricky Putra Globalindo Tbk, menjelaskan tahun ini memang belum ada aksi korporasi baru. Namun emiten garmen ini memandang tahun 2018 pendapatan masih bisa naik. "Permintaan ekspor maupun dalam negeri meningkat," kata Tirta. Perusahaan ini tetap fokus produksi pakaian dalam merek GT Man.
Sementara itu, Prama Yudha Amdan, Corporate Communication PT Asia Pacific Fibers Tbk, mengatakan, kondisi eksternal maupun internal industri TPT masih baik. Ia mencontohkan, dari eksternal harga komoditas di Tiongkok naik, sehingga harga produk mereka juga jadi meningkat. "Sisi internal kondisi permintaan industri garmen meningkat biasa di tahun politik," jelas Prama.
Sayang, ia belum bisa menyebutkan target pendapatan perusahaan ini. Yang jelas margin pendapatan emiten berkode dagang POLY tersebut diprediksi membaik. "Industri bisa semakin baik bila pemerintah bisa memanfaatkan momentum ini dengan mengeluarkan paket kebijakan yang menguntungkan industri TPT," jelasnya.
Selain itu diharapkan masalah energi yang membelenggu industri bisa dituntaskan. Selain itu juga pengetatan impor ilegal.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G Ismy melihat, industri tekstil tahun lalu ekspornya bisa tumbuh antara 3%–5%. "Tahun ini ekspor tekstil bisa meningkat, dengan catatan permasalahan di internal bisa selesai," jelas Ernovian kepada KONTAN beberapa saat lalu.
Masalah pertama, tingkat produktivitas tenaga kerja harus meningkat dan tidak ada kendala soal gaji. Kedua, pendukung energi baik biaya listrik dan harga gas lebih tinggi dibanding negara lain.
Ketiga, dari sektor impor bahan baku seperti kapas harusnya dipermudah. Sedangkan impor barang jadi seperti garmen dan kain diperketat. "Dari segi kerja sama antar negara harus diperkuat," jelas Ernovian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News