Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian terus berupaya mengembangkan industri mold, dies, jig and fixture atau industri tools. Sektor ini merupakan bagian dari industri mesin dan peralatan dalam sektor industri barang modal, komponen, bahan penolong, dan jasa industri. Melajunya Industri ini dikarenakan penyerapan yang baik dari sektor otomotif.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Taufiek Bawazier mengatakan, produk mold, dies, jig and fixture memegang peranan penting dalam proses pembentukan utama dari suatu benda kerja sebelum dilakukan perlakuan tertentu lanjutan (seperti halnya heat treatment) dan proses finishing.
Oleh karena itu, industri mesin dan perlengkapan menjadi sektor yang vital dalam struktur perindustrian di Indonesia.
“Sebab, industri mesin dan perlengkapan sebagai salah satu sektor fundamental untuk memasok barang modal berupa mesin dan peralatan bagi sektor manufaktur, konstruksi, pertambangan, energi, pertanian, transportasi, dan sektor lainnya dalam rangka meningkatkan produktivitas,”kata Taufiek dalam keterangan resminya (10/11).
Baca Juga: Pemasok Komponen Astra, PT Isra Presisi Indonesia (ISAP) Mau IPO, Incar Dana Rp 150 M
Taufiek juga menyampaikan, industri mold, dies, jig and fixture memberikan kontribusi yang signfikan bagi perekonomian nasional. Hingga Agustus 2022, kinerja ekspor industri mold sebesar US$15,8 juta, industri dies sebesar US$8,7 juta, serta industri jig and fixture sebesar US$ 44 juta.
Segmentasi pasar produk mold, industri otomotif merupakan sektor pengguna terbesar yang mencapai 41% jika dibandingkan dengan sektor lainnya seperti industri elektronik (16%) serta industri peralatan dan perkakas (14%).
Industri otomotif sebagai pengguna terbesar karena banyak suku cadang dari kendaraan bermotor, khususnya bagian interior, yang menggunakan part berbahan baku plastik.
“Sedangkan untuk segmentasi pasar produk dies, industri otomotif juga merupakan sektor pengguna terbesar yang mencapai 64% jika dibandingkan dengan sektor lainnya,” imbuh Taufiek.
Dalam diskusi yang berkembang pada seminar nasional ini, terungkap bahwa perlunya Collaborative Manufacturing dari berbagai pihak, seperti pemerintah, industry, dan akademisi. Tujuannya agar dapat meminimalkan kesenjangan teknologi dan SDM sehingga mendukung peningkatan daya saing industri mold, dies, jig and fixture dalam negeri.
Collaborative Manufacturing tersebut akan diwujudkan dalam Indonesia Manufactuirng Center (IMC) yang sedang dikembangkan sistem dan lembaganya.
Baca Juga: Laba Bersih Astra Otoparts Meningkat Signifikan pada Kuartal III-2022, Ini Faktornya
Menurut Dirjen ILMATE, industri mold and dies masih memiliki peluang besar untuk memperluas pasarnya. Industri ini diperkirakan mengalami kenaikan yang signifikan, seiring dengan pertumbuhan kinerja sektor otomotif maupun elektronika.
“Jika kita cermati, potensi pengembangan kapabilitas perkakas berdasarkan volume pasar dan tingkat kapabilitas, Indonesia berada pada posisi rising stars bersama dengan Afrika Selatan, Brasil, India, Meksiko dan Vietnam,” ungkap Taufiek.
Kelompok rising stars tersebut dianggap sebagai negara yang menjanjikan dalam pengembangan industri mold, dies, jig and fixture. Bahkan, diproyeksinya industri semakin tumbuh dalam waktu dekat, baik secara volume pasar maupun kapabilitas seiring dengan pertumbuhan ekonomi.
Namun demikian, yang perlu diperhatikan dalam upaya memacu industri mold, dies, jig and fixture, Kemenperin fokus pada pengoptimalan penggunaan komponen dalam negeri sekaligus menjalankan kebijakan substitusi impor. Selain itu, didorong dengan kegiatan riset dan pengembangan (R&D) serta didukung ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten.
Oleh karena itu, Plt. Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Kemenperin, M. Arifin berharap melalui seminar nasional ini menjadi salah satu tahapan untuk dapat menyusun blueprint pengembangan industri mold and dies di Indonesia.
Baca Juga: Ancaman Resesi Akan Menekan Kinerja Sektor Manufaktur Indonesia
“Tentunya dengan strategi kebijakan dan program pengembangan meliputi aspek produksi, peningkatan utilisasi, peningkatan kemampuan bahan baku dalam negeri, penguatan pasar dalam dan luar negeri, harmonisasi regulasi dan kebijakan, serta meningkatkan efektivitas penerapan standar produk,” tuturnya.
Seminar yang diikuti oleh para pelaku industri mold, dies, jig and fixture di Indonesia ini, menghadirkan beberapa narasumber dari perwakilan Kemenperin, Indonesia Mold & Dies Industry Association (IMDIA), Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM), serta PT. Astra Honda Motor (AHM).
Senior Advisor IMDIA Petrus Tedja Hapsoro menyampaikan, industri pendukung (supporting industries) khususnya pembuat produk mold, die, jig and fixture masih perlu dikembangkan secara optimal. Apalagi, industri ini menjadi sektor yang perlu mendapat prioritas pengembangan sesuai RIPIN 2015-2035.
“Dengan mendorong peningkatan kemampuan dan daya saing industri mold, dies, jig and fixture dalam negeri, diharapkan dapat mendukung program pengoptiomalan TKDN dan ekspor produk manufaktur,” jelasnya.
Dalam upaya pengembangan industri mold, dies, jig and fixture, IMDIA meminta kepada Kemenperin agar dapat menjalin kerja sama dengn dunia pendidikan untuk menyiapkan SDM yang kompeten.
Selain itu, diperlukan keberpihakan dan keterlibatan sektor industri elektronika, otomotif, alat kesehatan, dan kemasan untuk meningkatkan penggunaan produk mold, die, jig dan fixture dari dalam negeri.
“Kami juga mngharapkan adanya pemberian fasilitas fiskal maupun nonfiskal bagi perusahaan industri di dalam negeri yang melakukan investasi di bidang mold, die, jig and fixture,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News