CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.527.000   14.000   0,93%
  • USD/IDR 15.696   83,00   0,53%
  • IDX 7.312   67,81   0,94%
  • KOMPAS100 1.125   7,85   0,70%
  • LQ45 889   1,80   0,20%
  • ISSI 222   2,47   1,12%
  • IDX30 457   0,46   0,10%
  • IDXHIDIV20 553   -0,94   -0,17%
  • IDX80 129   0,53   0,41%
  • IDXV30 138   -0,62   -0,45%
  • IDXQ30 153   -0,01   -0,01%

Ingin menjadi yang terbesar di ASEAN


Minggu, 27 April 2014 / 15:33 WIB
Ingin menjadi yang terbesar di ASEAN
ILUSTRASI. Tas Chanel Paling Ikonik Sepanjang Masa: Chanel Classic 11.12 (dok/Purse Blog)


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Havid Vebri

Dwi Soetjipto telah tiga dekade lalu malang melintang di industri semen nasional. Dwi pun kenyang dengan asam garam di industri ini. Tak heran bila di bawah kepemimpinannya, PT Semen Indonesia Tbk sukses menjadi holding semen terbesar di Indonesia.    

Perusahaan ini merupakan hasil merger beberapa perusahaan semen dalam negeri. Antara lain Semen Gresik, Semen Tonasa, dan Semen Padang. Bahkan di tahun 2012 lalu, Semen Indonesia juga mengambil alih kepemilikan 70% saham perusahaan semen di Vietnam, Thang Long Cement Joint Stock Company (TLCC).

Lewat akuisisi itu, Semen Indonesia bukan saja menjadi raja di negeri sendiri. Tapi juga sudah berjaya di level regional. Hal ini ditandai dengan masuknya Semen Indonesia di pasar semen Asia Tenggara.

"Kami mulai membuka pasar di lima negara Asia Tenggara, seperti Timor Leste, Vietnam, Kamboja, Laos, dan Singapura," kata Dwi kepada KONTAN, belum lama ini.

Semen Indonesia kini menargetkan kapasitas produksi menjadi 31,8 juta ton pada 2014. Angka itu naik dibanding dengan tahun lalu sebesar 30 juta ton.

Semen Indonesia menjadi pabrik terbesar di Asia Tenggara, mengalahkan Siang Cement dari Thailand yang memiliki kapasitas produksi sebesar 24 juta ton per tahun. Pada tahun depan, Semen Indonesia direncanakan berproduksi 33,3 juta ton semen.

Tak bisa dipungkiri, sebagai pemimpin perusahaan, ia telah menyebabkan Indonesia disegani oleh negara tetangga lewat kinerja cemerlang Semen Indonesia.

Keluarga kurang mampu

Apa yang dicapai sekarang oleh Dwi Soetjipto ini benar-benar dimulai dari bawah. Bahkan, Dwi terlahir dari keluarga yang benar-benar kurang mampu. "Saya bukan dari keluarga mapan," tutur Dwi, kepada KONTAN.

Kendati sejak kecil hidup susah, Dwi sudah memiliki tekad yang kuat untuk menjadi orang sukses. Makanya, ia berambisi melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi.

Menurut Dwi, pada zamannya tidak masuk akal orang kampung bisa kuliah. Terlebih, orangtuanya tidak mampu membiayai kuliahnya.
Ayah dan ibunya merupakan petani miskin dari Kediri, Jawa Timur. Kedua orangtuanya buta huruf dan tidak lulus sekolah dasar. Kendati bukan orang berpendidikan, orangtuanya selalu mendukung keinginannya buat kuliah.

Pada tahun 1966, Dwi ikut orangtuanya  pindah kerja ke Surabaya. "Tapi bekerja serabutan, seperti kuli angkut, dan ibu saya juga cukup lama jadi pembantu, saya juga selalu ikut membantu mereka," kisah Dwi.

Walau hidup susah, Dwi akhirnya tetap bisa kuliah di Teknik Kimia ITS Surabaya. Namun, orangtuanya hanya sanggup membiayai kuliahnya selama setahun. Untunglah, kakeknya ikut membantu biaya kuliahnya dengan menjual sawah. Karena banyak kebutuhan, hasil menjual sawah tidak cukup buat kuliah.

Untuk meringankan biaya kuliah, setiap awal semester Dwi selalu sibuk mencari surat keterangan tidak mampu ke kelurahan. Selain itu, ia juga berusaha mencari beasiswa dengan belajar sungguh-sungguh.

Lantaran nilai kuliahnya bagus, Dwi akhirnya mendapat beasiswa dari kampusnya.  Di tahun 1979, ia bahkan menyabet penghargaan sebagai mahasiswa teladan dari kampusnya. "Saya  lulus dengan nilai terbaik pada tahun 1980," ujarnya.

Lulus kuliah, Dwi langsung berkiprah di industri semen dengan bekerja di PT Semen Padang. Perkenalannya dengan perusahaan semen yang berbasis di Sumatra Barat itu bermula saat Semen Padang memasang iklan lowongan kerja di kampusnya.

Tanpa pikir panjang, ia langsung mengajukan lamaran dan diterima. Sejak itu ia hijrah ke Sumatra Barat. "Saya juga mau karena Semen Padang saat itu sedang berkembang," paparnya.

Saat pertama diterima, ia tak pernah memperhitungkan berapa gaji yang didapat. Dwi mengawali karier dengan menjadi staf di bagian produksi lapangan dari tahun 1980 hingga tahun 1983.

Dari bagian lapangan ia lalu dimutasi ke bagian penelitian dan pengembangan (Litbang). Ia menekuni karier sebagai staf Litbang sejak tahun 1983 hingga 1984.

Saat ditaruh di bagian Litbang, awalnya ia sedikit khawatir akan kariernya. Sebab, menurut Dwi, pekerjaan menjadi Litbang berarti "sulit berkembang".

Namun, sebagai karyawan ia tetap jalani pekerjaan itu dengan sungguh-sungguh. Bahkan, Dwi selalu menggarap pekerjaan tambahan, sehingga dipercaya oleh atasannya untuk mengembang jabatan tersebut.

Lantaran kinerjanya dianggap baik, pada periode 1984 hingga 1988, ia lalu dipromosikan sebagai Kepala Biro (Kabiro) Perencanaan dan Pengembangan Personel yang menangani pendidikan dan pelatihan karyawan. "Biro ini sebelumnya tidak ada, dan saya seringkali ditugaskan oleh kantor dengan keadaan yang sebelumnya tidak ada," katanya.

Saat ditunjuk menjadi Kabiro Perencanaan dan Pengembangan Personel, awalnya ia juga ragu. Sebagai sarjana teknik, ia lebih menaruh minat pada pekerjaan lapangan.

Namun, sama halnya ketika ditaruh di Litbang, ia menekankan dirinya bahwa apa pun pekerjaannya harus bisa dijalani dengan baik. "Pekerjaan kami ini kerjaan service, jadi service sebaik-baiknya, khususnya orang yang training harus di-service dengan baik," ujarnya.

Ketika menjabat Kabiro Perencanaan dan Pengembangan Personel, ia juga dipercayai mengambil alih proyek pembangunan pabrik yang tidak selesai dilakukan oleh perusahaan semen asal India. "Proyek tersebut kami selesaikan, pihak India itu dipulangkan oleh Presiden Soeharto saat itu," terangnya.

Ia lalu dipercaya menjadi Kepala Bagian Produksi di pabrik baru itu. Jabatan itu diembannya selama kurun waktu 1988 sampai 1990, merangkap Kabiro Perencanaan dan Pengembangan Personil PT Semen Padang.

Sukses dengan jabatan itu, ia lalu diangkat menjadi Kepala Departemen Litbang di tahun 1990 hingga tahun 1995. Karier Dwi terus melesat. Tahun 1995, ia meraih posisi strategis pertamanya sebagai Direktur Litbang Semen Padang sampai tahun 2003.

Selanjutnya selama kurun waktu 2003−2005, ia diangkat menjadi Dirut Semen Padang. Sebagai pemimpin perusahaan, kala itu ia dihadapkan pada sejumlah tantangan. Antara lain, rencana merger BUMN semen dalam satu holding, termasuk di dalamnya Semen Padang.

Rencana ini mendapat penolakan keras dari serikat pekerja di Semen Padang. Selama hampir empat bulan penuh serikat pekerja melakukan aksi demonstrasi menolak rencana itu. "Saya pun tidak bisa datang ke kantor. Untung produksi tetap berjalan dan bisa ditangani," katanya.

Memimpin Semen Indonesia

Rencana itu belum terealisasi sampai akhirnya ia ditunjuk pemerintah untuk menempati posisi penting di perusahaan semen lainnya milik negara, dengan menjabat Dirut PT Semen Gresik.  

Ketika memimpin Semen Gresik ini rencana merger BUMN semen kembali gencar. Sebagai pimpinan perusahaan, ia menyadari bahwa rencana itu tidak mudah direalisasikan. Menurutnya, ada banyak potensi sekaligus masalah dan tantangan yang dihadapi perseroan terkait rencana itu.

Masalah menjadi selesai ketika merger sepakat memakai nama Semen Indonesia. "Awalnya mau pakai nama Semen Gresik tapi banyak penolakan," ujarnya.

Merger beberapa BUMN semen ini tuntas pada 2012 dan Dwi ditunjuk menjabat sebagai dirut sampai sekarang. Dwi memiliki prinsip, dalam mengembangkan perusahaan harus ada perubahan yang lebih maju. "Jadi perhatian saya adalah melakukan perubahan," ujarnya.

Sebagai pemimpin perusahaan, Dwi berambisi Semen Indonesia menjadi pemain utama di level regional. "Pada tahun 2017, kapasitas produksi bisa melebihi 40 juta ton per bulan," ujarnya.

Dari segi pemasaran, Semen Indonesia terus bergerak merambah Asia Tenggara. Setelah sukses mengakuisisi TLCC Vietnam, kini Semen Indonesia sedang menyasar pasar Myanmar.

Ia ingin Semen Indonesia bisa bersaing secara regional menyusul akan diberlakukannya Asean Economi Comunity pada 2015. "Sebanyak–banyaknya kami masuk ke negara tetangga," ujarnya.

Menurut Dwi, sampai saat ini Semen Indonesia sudah merambah pasar tujuh negara dari 11 negara Asia Tenggara. Untuk menjadi produsen semen terbesar di Asia Tenggara, ia fokus melakukan ekspansi dalam sejumlah hal. Antara lain meningkatkan kapasitas produksi dan pemasaran.

Guna meningkatkan kapasitas produksi, saat ini perusahaan sedang membangun pabrik di Rembang, Jawa Tengah, dan di Padang, Sumatera Barat.Dari segi efisiensi produksi, perusahaan juga fokus mengembangkan energi murah.

"Kami juga juga terus memperkuat citra perusahaan lewat sejumlah program corporate social responsibility (CSR)," ujarnya. Dalam hal manajemen, ia terus memperkuat manajemen resiko. Ini mencakup pengelolaan manajemen risiko lebih baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×