Reporter: Mona Tobing | Editor: Havid Vebri
Hasnul Suhaimi bukan sosok asing lagi di industri telekomunikasi. Ia telah menggeluti dunia telekomunikasi sejak lebih dari tiga dekade lalu. Di industri telekomunikasi, Hasnul pertama kali bergabung dengan Indosat pada 1983.
Padahal ketika masih kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB), Hasnul tak pernah membayangkan bekerja di perusahaan telekomunikasi. "Ketika mahasiswa saya justru ingin bekerja di perusahaan semen. Rasanya kok keren betul kerja di sana. Apalagi saya orang Padang," kenang Hasnul.
Maklumlah, di daerah kelahirannya itu terdapat pabrik semen tertua di Asia Tenggara, yaitu PT Semen Padang. Namun, kenginannya bekerja di pabrik semen itu pupus begitu ia lulus kuliah dari Jurusan Teknik Elektro ITB pada 1981.
Sebagai sarjana teknik elektro, ia tertarik dengan beberapa perusahaan, terutama yang bergerak di bidang teknologi. Perusahaan favoritnya kala itu adalah Schlumberger Australia yang bergerak di bidang teknologi perminyakan.
Ia sengaja memilih perusahaan asing karena ingin menimba pengalaman bekerja di negeri orang. Maklumlah, sebagai orang Minang, jiwa rantaunya sangat kuat.
Untuk mewujudkan keinginannya itu, Hasnul lantas segera membuat lamaran. Kebetulan saat itu Schlumberger tengah membuka lowongan pekerjaan. Kala itu, ia harus bersaing dengan 30 pelamar lain.
Setelah melalui seleksi yang lumayan ketat, Hasnul kemudian dinyatakan lolos tes. Ia menjadi satu dari empat pelamar yang terpilih berangkat ke Australia untuk menjalani pelatihan selama satu bulan.
Berbekal semangat dan tekad untuk bekerja di luar negeri, ia tak ragu mengambil kesempatan itu. Di perusahaan ini ia bekerja di bagian instrument engineer (electronic maintenance).
Kariernya di perusahaan ini benar-benar dimulai dari nol. Ia bertanggungjawab memperbaiki kerusakan alat. Namun, karier Hasnul di perusahaan ini hanya bertahan setahun. Tergolong singkat, karena ia merasa tidak betah bekerja di negeri orang. Kebetulan saat itu ada pemicunya juga.
Perusahaan tempatnya bekerja memangkas gaji karyawan karena harus menyesuaikan dengan turunnya harga minyak dunia pada tahun 1982. Ia pun segera mengambil keputusan untuk pulang kembali ke Tanah Air. Namun demikian, Hasnul mengaku tidak menyesal bekerja di Schlumberger.
"Justru saya beruntung bekerja di sana. Mereka sangat disiplin. Saya jadi tahu cara menganalisa sesuatu dan membuat laporan. Hanya, itu bukan dunia saya, makanya saya pulang," ujar pria kelahiran 1957 ini.
Pulang ke Indonesia, Hasnul mengambil keputusan untuk mencari peluang baru di Indosat. Di sinilah debut awal Hasnul dalam memulai karier berikutnya di industri telekomunikasi Tanah Air.
Hasnul bergabung di Indosat pada 1983. Menurut Hasnul, saat itu di tahun 1980-an, telekomunikasi, khususnya telepon, menjadi barang mewah buat orang. Untuk mendapatkan fasilitas sambungan telepon rumah saja susahnya minta ampun.
Ia harus menunggu waktu selama dua tahun agar rumahnya mendapat sambungan telepon. Rupanya, pengalaman itu membekas dalam sanubari Hasnul. Ia menyadari bahwa bisnis telekomunikasi akan berkembang pesat di Tanah Air.
Kuncinya, harus mampu mengawinkan telekomunikasi dan elektronika dengan kekuatan disiplin serta kerja keras. Sebagai sarjana elektro yang telah menimba pengalaman di Schlumberger, ia merasa mampu menjawab tantangan itu. Itu juga yang mendorongnya untuk bertahan dan meniti karier di industri telekomunikasi.
Hasnul merasa pilihannya bergabung di Indosat sudah tepat. Kariernya di sini juga dimulai dari bawah. Lantaran dianggap berpengalaman memperbaiki alat saat di Schlumberger, di Indosat pun ia ditempatkan di bagian operasional alat.
Tugasnya mempelajari alat-alat baru dan mengoperasikannya. Dua tahun menekuni bidang ini, ia lalu diangkat menjadi kepala urusan. Dengan jabatan baru ini ia mulai memahami bidang manajemen.
Sejak itu kariernya terus menanjak. Dari kepala urusan, Hasnul lalu menjabat asisten manajer selama 2,5 tahun. Kendati demikian, Hasnul merasa kariernya terbilang lama melejit. Jika hitungan normal perlu waktu dua tahun menduduki level asisten manajer, maka perlu waktu 2,5 tahun baginya untuk mencapai posisi itu.
Sementara lazimnya jadi seorang manajer butuh waktu empat tahun, Hasnul lebih lama setengah tahun. Kondisi ini terjadi karena saat itu sarjana elektro memang kurang dihargai di industri Tanah Air.
Sebagai sarjana teknik, Hasnul merasa kurang dihargai karena perusahaan lebih suka hal berbau marketing ketimbang teknik. Fenomena ini terjadi sekitar tahun 1989. Kala itu, kata Hasnul, dunia kerja Indonesia sedang booming dengan gelar MBA.
Ia bahkan sampai frustrasi lantaran merasa tidak dianggap oleh perusahaan. Di setiap rapat pimpinan, Hasnul merasa pendapatnya tidak terlalu dihiraukan. Ia dinilai kurang kreatif karena hanya berkerja di bidang teknik saja. "Capek kerja sampai malam kok tidak dihargai," katanya.
Ia lalu menumpahkan kekesalannya itu kepada instruktur di kantornya. Hasnul lalu mendapat pencerahan. Ia didorong untuk mencoba divisi lain dan diberi kesempatan untuk kuliah di luar negeri guna menambah wawasannya.
Sejak itu ia lalu bertekad untuk menimba ilmu di bidang marketing. Ia lalu berangkat ke University Hawaii, Mano, AS, untuk belajar ilmu marketing. Lulus tahun 1992, Hasnul kembali ke Tanah Air dengan menggenggam gelar MBA.Sejak itu kariernya terus melesat. Ia sempat menjadi pejabat sebagai Presdir PT Indosat Multi Media Mobile.
Puncak kariernya di Indosat diraihnya ketika menjadi Direktur Utama Indosat pada tahun 2005-2006. Sebagai Dirut Indosat, ia juga merangkap jabatan sebagai direktur di PT IM3 dan PT Telkomsel.
Namun orang harus berkembang. Setelah 23 tahun berkarir di Indosat, pria yang gandrung golf ini akhirnya memutuskan angkat kaki dari perusahaan itu. Bagi Hasnul, keputusan itu sebagai pilihan dilematis dalam karier dan hidupnya. Bagaimanapun Indosat telah membentuknya hingga seperti sekarang.
Akuisisi Axis
Keluar dari Indosat, ia kembali berlabuh di industri telekomunikasi. Sebelum bergabung ke PT Excelcomindo Pratama Tbk, kini PT XL Axiata, ia sempat bekerja sebagai business adviser di Telkom Malaysia International sejak Juli 2006.
Baru pada September 2006, ia resmi diangkat menjadi Presiden Direktur XL. Jabatan itu didapatnya setelah berhasil meyakinkan pemegang saham XL asal Malaysia.
Kepada pemegang saham, Hasnul memastikan kondisi keuangan XL tetap sehat agar dapat memungkinkan ekspansi jaringan. Plus kewenangannya memecat karyawan yang dianggap malas dan tak punya inovasi. "Saya tanya lagi, kalau yang malas orang Malaysia bagaimana? Dijawab, nanti saya yang pecat," kenang Hasnul saat berbincang dengan pemegang saham XL.
Di bawah kendali Hasnul, arah bisnis XL kian dinamis. Ia berhasil mengembangkan strategi baru untuk memperkuat jaringan XL, pemasaran, dan konsolidasi internal. Strategi inilah yang menghasilkan layanan bertarif rendah sehingga meningkatkan pangsa pasar, pendapatan dan margin keuntungan perusahaan.
Dengan memperkuat jaringan, ia juga sukses membawa XL merambah bisnis layanan data. Persiapan ini sudah dirintisnya dengan membangun jaringan 3G sebelumnya. Waktu itu, Hasnul memang memandang internet sebagai sumber uang. Harus segera ditangkap sebagai peluang bisnis.
Sampai saat ini XL masih terus melanjutkan fokus bisnis pada layanan data dengan pengembangan digital lifestyle dan melanjutkan program tarif murah. Hasnul mengaku telah membaca tren digital lifestyle ini sejak tiga tahun lalu. Tak berhenti di situ, baru-baru ini perusahaan yang dipimpinnya juga melakukan gebrakan besar dengan mengakuisi PT Axis Telekom Indonesia.
Fokus bisnis XL di bidang layanan data juga akan disinergikan dengan Axis yang baru saja selesai diakuisisi. Tantangan Hasnul pasca-merger ialah tetap memberikan pelayanan terbaik untuk pelanggan eks Axis dan pelanggan XL.
Sampai akhir tahun lalu, pelanggan XL sebanyak 60,5 juta. Pelanggan Axis otomatis menjadi pelanggan XL. Dengan demikian, jumlah pelanggan XL-Axis pasca-merger diprediksi 65 juta.
Itu berarti, jumlah pelanggan XL akan melampaui Indosat yang sekitar 59,6 juta, dan di bawah Telkomsel dengan 130,5 juta pelanggan. Sementara untuk pendapatan juga terus mencatat kenaikan. Pada akhir tahun 2009, XL mencetak pendapatan sampai 13,9 triliun.
Angka itu naik 14% dari tahun sebelumnya. Hingga akhir tahun lalu, XL tetap membukukan pendapatan stabil di angka Rp 21,4 triliun. Pendapatan itu didorong penetrasi data yang kuat dengan kenaikan pendapatan layanan data sebesar 16% dari tahun lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News