kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Ini 4 poin sanggahan Indonesia kepada AS


Jumat, 04 Mei 2012 / 15:36 WIB
Ini 4 poin sanggahan Indonesia kepada AS
ILUSTRASI. Pengunjung melintasi papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (30/12/2020). TRIBUNNEWS/Irwan Rismawan


Reporter: Dina Farisah | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Pemerintah Indonesia akhirnya resmi menyampaikan empat poin sanggahan atas keputusan Amerika Serikat (AS) yang menolak memakai crude palm oil (CPO) dari Indonesia sebagai bahan baku biodiesel.

Perlu diketahui, AS melalui Environmental Protection Agency (EPA) mengeluarkan Notice of Data Availability (NODA) yang menyebutkan CPO Indonesia tidak bisa dijadikan biodiesel atau renewable diesel, karena emisi gas kacanya masih dibawah 20%.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan mengaku sudah mengirimkan empat point sanggahan terhadap keputusan AS tersebut, pada 25 April lalu, atau satu hari sebelum batas akhir penyampaian tanggapan pada 26 April.

Adapun keempat poin keberatan Indonesia terhadap kebijakan AS tersebut adalah:

Pertama, analisis EPA mengabaikan komitmen pemerintah Indonesia dalam melindungi lingkungan dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Kedua, EPA dinilai banyak menggunakan data yang bersifat asumsi dalam menghitung emisi gas rumah kaca.


Ketiga, CPO merupakan tanaman paling efisien dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Sebab, studi yang dilakukan oleh Food Policy Research Institute tahun 2010, CPO hanya membutuhkan 0,26 hektare (ha) lahan untuk menghasilkan 1 ton minyak sawit.


Keempat, NODA dianggap tidak konsisten dengan beberapa pasal dalam ketentuan World Trade Organization (WTO), antara lain mengenai prinsip Most Favored Nation dan National Treatment karena membedakan CPO dengan komoditas seperti kedelai yang diproduksi di AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×