Reporter: Leni Wandira | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. PT Pupuk Indonesia (Persero) meminta perpanjangan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) setelah 2024 guna mendukung keterjangkauan harga pupuk dan ketahanan pangan.
Permintaan itu disampaikan saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (3/4/2024).
Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi menyebutkan bahwa kebijakan HGBT dapat menghemat subsidi sebanyak Rp21,7 triliun. Perhitungan itu berdasarkan pengalaman tiga tahun terakhir sejak kebijakan HGBT itu diberlakukan.
Baca Juga: Pupuk Indonesia Cetak Laba Bersih Rp 6,25 Triliun pada 2023
"Penghematan subsidi selama 3 tahun karena diberlakukannya HGBT subsidi dihemat Rp 21,7 triliun," ungkap Rahmad.
Menurutnya, jika HGBT tidak diperpanjang, secara otomatis beban pemerintah bakal membengkak untuk pemberian subsidi pupuk. Pasalnya, pemerintah masih memiliki utang pupuk subsidi Rp 16,5 triliun.
"Sudah dihemat (Rp 21,7 triliun) saja Pupuk Indonesia dulu masih harus menanggung tagihan ke pemerintah sebesar Rp 16,5 triliun. Kalau tidak ada HGBT berapa beban Pupuk Indonesia yang harus ditanggung karena utang subsidi. sangat besar," jelas dia.
Mengingat, kenaikan harga gas bumi sejumlah US$1 per million british thermal unit (MMBtu) bakal berpengaruh kepada peningkatan beban subsidi pupuk senilai Rp2,23 triliun.
Rahmad merincikan kenaikan harga gas US$1 per MMBtu akan meningkatkan beban subsidi pupuk urea sejumlah Rp1,97 triliun. Sementara itu, kenaikan harga gas US$1 per MMBtu akan meningkatkan beban subsidi pupuk NPK Rp0,26 triliun.
Kata dia, Biaya gas berkontribusi sebesar 71% terhadap harga pokok produksi (HPP) urea dan 5% terhadap HPP NPK.
"Dengan demikian, kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) sebesar US$6 per MMBtu kepada tujuh sektor industri, salah satunya industri pupuk, dinilai sangat bermanfaat," tambahnya.
Baca Juga: Kemenkeu Evaluasi Program HGBT, Ini Alasannya
Kemudian, setiap kenaikan harga gas bumi juga bisa mengurangi pembelian pupuk di tingkat petani, misalnya pada jenis pupuk Urea dan NPK. "Dari riset kami setiap Rp 1.000/kg kenaikan akan menurunkan penggunaan Urea 13% dan NPK 14%," pungkasnya.
Sebelumnya, Pemerintah hingga saat ini masih melakukan evaluasi kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT). Hal ini terkait Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 121 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
Dalam Perpres itu disebutkan tujuh industri mendapatkan harga gas US$ 6 per MMBtu yakni industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet.
"Kami masih melakukan evaluasi untuk pelaksanaan HGBT bersama Kementerian Perindustrian dan Kementerian Keuangan," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana kepada Kontan, Selasa (26/3).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News