kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pelaku Industri Minta Pemerintah Lanjutkan Harga Gas Bumi Tertentu


Senin, 25 Maret 2024 / 21:07 WIB
Pelaku Industri Minta Pemerintah Lanjutkan Harga Gas Bumi Tertentu
ILUSTRASI. Pekarja mengamati wall ceramic usai proses pembakaran akhir di pabrik Roman Ceramic Balaraja Banten, Kamis (9/3). /pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/09/03/2017.


Reporter: Filemon Agung | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor industri penerima manfaat harga gas bumi tertentu (HGBT) berharap pemerintah mengambil keputusan cepat sekaligus memperluas industri penerima harga gas murah.

Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), Yustinus Gunawan mengatakan, kebijakan HGBT sebesar US$ 6 per MMBTU yang telah dilaksanakan selama ini terbukti mendorong daya saing industri dalam negeri. Selain itu, dengan perluasan industri penerima manfaat maka ada peluang sinergi antar sektor industri ke depannya.

"Kepastian HGBT krusial untuk kelanjutan re-industrialisasi yang terbukti dari PMI manufaktur yang ekspansif sejak 2021. Ini dampak langsung dari HGBT yang berlaku sejak 2020," kata Yustinus kepada Kontan, Senin (25/3).

Yustinus melanjutkan, pengambilan keputusan yang lebih cepat dapat menjadi momentum untuk melanjutkan pertumbuhan sektor industri.

Baca Juga: Kinerja Industri Petrokimia Meningkat Berkat Kebijakan HGBT

Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan, kebijakan HGBT terbukti memberikan efek berganda bagi sektor industri. Pihaknya pun berharap pemerintah tetap melanjutkan kebijakan ini.

"Ini terbukti dengan peningkatan utilisasi kapasitas keramik nasional. Selain itu, tercatat adanya investasi baru sekitar Rp 20 triliun yang berdampak pada penyerapan lebih dari 12.000 tenaga kerja," ujar Edy, Senin (25/3).

Edy menambahkan, sejumlah dampak positif lain yang timbul dari implementasi harga gas murah yakni meningkatnya kontribusi PPN dan PPh sekitar 30% serta tren ekspor yang terus meningkat.

Edy menjelaskan, kendala serapan gas yang belum optimal yang terjadi pada industri keramik lebih disebabkan oleh faktor eksternal. Faktor tersebut meliputi pemberlakuan ketentuan Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT) dan gangguan pasokan gas dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) untuk Jawa bagian Barat dan Timur.

"Pembatasan saat ini yakni pemakaian gas 65% untuk Jawa bagian Barat dan 75% untuk Jawa bagian Timur. Pemakaian gas di atas AGIT akan dikenakan harga gas yang sangat mahal yaitu US$ 15 per MMBTU," ujar Edy.

Dengan kondisi ini, pelaku usaha industri keramik pun terpaksa mengurangi kapasitas produksi untuk menekan biaya dan menjaga daya saing produk keramik.

Baca Juga: Kebijakan HGBT Beri Banyak Manfaat Bagi Industri Kaca Lembaran dan Pengaman

Faktor lainnya yakni kurangnya jaminan kepastian bagi pelaku usaha dalam mendapatkan HGBT sesuai Perpres Nomor 121 Tahun 2020.

Menurutnya, pelaku usaha terhambat dalam mendapatkan persetujuan tambahan alokasi volume gas baru untuk industri keramik yang telah selesai melakukan ekspansi kapasitas produksi dan industri existing yang menaikkan kembali tingkat utilisasi produksinya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×