kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini aturan baru penakluk Freeport


Jumat, 13 Januari 2017 / 18:57 WIB
Ini aturan baru penakluk Freeport


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Pemerintah akhirnya merilis Peraturan Pemerintah (PP) No 1/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), serta dua aturan turunannya berupa Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sejumlah beleid itu menjadi payung baru pertambangan minerba, termasuk mengenai ekspor mineral mentah dan kewajiban pengolahan dan pemurnian (hilirisasi) produk mineral pertambangan.

Menteri ESDM Ignatius Jonan menjelaskan, salah satu poin beleid ini adalah agar perusahaan pertambangan bisa mengekspor mineral mentah. Dia menandaskan, semua perusahaan pertambangan, termasuk pemegang kontrak karya, bisa mengekspor mineral mentah.

Bagi pemegang kontrak karya, syaratnya harus mengantongi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). "Tidak ada negosiasi lagi," tegas Jonan, kemarin.

Jonan juga memastikan, aturan ini tidak melanggar Undang Undang No 4/2009 tentang Minerba. UU itu hanya menyebut batas waktu ekspor mineral kontrak karya. Sedangkan IUPK tak memiliki batas waktu.

Selain ketentuan ekspor, PP No.1/2017 juga mengubah ketentuan divestasi saham pertambangan milik asing. Aturan lama hanya mewajibkan asing melepas minimal 20% pasca lima tahun beroperasi. Persentase saham divestasi juga berbeda mengikuti jenis mineral, serta porsi pemenuhan hilirisasi mineral.

Nah, aturan baru tak pandang bulu. Semua perusahaan tambang asing wajib menjual 51% saham secara bertahap, mulai dari tahun keenam sampai tahun kesepuluh. Artinya, PT Freeport Indonesia, misalnya, wajib melepas lagi 41% sahamnya di masa mendatang, setelah sebelumnya melepas sekitar 10% kepada pemerintah Indonesia.

Di luar ketentuan ekspor dan divestasi, nyaris tak banyak perubahan signifikan dalam aturan baru itu. Tak heran, sebagian kalangan menilai bahwa aturan ini merupakan cara pemerintah "menundukkan" Freeport.

Maklum, selama ini pemerintah tampak kesulitan mengubah kontrak karya Freeport. Dus, keluarnya aturan ini membawa konsekuensi langsung pada Freeport.

Pertama, izin Freeport harus berubah menjadi IUPK jika ingin mengekspor mineral mentah. Kedua, Freeport wajib menambah porsi saham divestasi menjadi 41%, dari sebelumnya hanya 20%.

Manajemen Freeport memilih bersikap pasif menanggapi aturan baru ini. "Kami akan terus bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk memastikan operasi kami bisa berjalan tanpa gangguan," kata Riza Pratama, Jurubicara Freeport Indonesia kepada KONTAN.

Di sisi lain, Direktur Pengembangan PT Indoferro, Jonatan Handjojo menentang beleid tersebut karena bisa menghancurkan harga nikel dan menyulitkan smelter memperoleh bahan baku. "Kami, semua smelter nikel, marah besar," ungkapnya.

Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif mempertanyakan aturan ini. Sebab, menurut Mahkamah Konstitusi, wajib pemurnian berarti para penambang tidak boleh lagi ekspor mineral.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×