Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan riset KONTAN terdapat 10 perusahaan lokal yang mencatatkan laba terbesar se-Indonesia pada tahun lalu. Dari 10 perusahaan itu terdapat enam perusahaan yang berbisnis di sektor komoditas, tiga perusahaan perbankan, dan satu perusahaan telekomunikasi.
Ke 10 perusahaan dengan laba terbesar di 2022 ialah sebagai berikut:
1. PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Rp 69,22 triliun (US$ 4,67 miliar)
2. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Rp 51,4 triliun (US$ 3,4 miliar)
3. PT Freeport Indonesia Rp 50 triliun (US$ 3,3 miliar)
4. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Rp 41,3 triliun (US$ 2,7 miliar)
5. PT Bank BCA Tbk (BBCA) Rp 40,7 triliun (US$ 2,6 miliar)
6. PT Adaro Energy Tbk (ADRO) Rp 38,17 triliun
7. PT Bayan Resources Tbk (BYAN) Rp 32,8 triliun
8. PT Astra Internasional Tbk (ASII) Rp 28,9 triliun
9. PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) Rp 25,86 triliun
10. PT Mineral Industri Indonesia (MIND) ID Rp 22, 5 triliun.
Baca Juga: Persaingan Semakin Ketat, Simak Prospek Saham Sektor Ritel
Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat menjelaskan, banyaknya perusahaan komoditas terutama pertambangan mineral dan batubara (minerba) serta migas yang masuk dalam 10 perusahaan dengan laba tertinggi karena pada tahun lalu harga komoditas sedang tinggi-tingginya. Misalnya saja harga batubara sempat menyentuh US$ 400 per ton, kemudian minyak menembus US$ 100 per barel.
“Maka wajar saja jika laba Pertamina Hulu Energi (PHE), Freeport, Adaro, Bayan, dan MIND ID kinerjanya bagus sekali di tahun lalu,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (8/8).
Menurutnya, di tahun lalu kinerja laba yang tumbuh signifikan ini bukan karena perusahaannya bagus, tetapi iklim usaha sedang sangat mendukung.
Namun di tahun ini seiring dengan harga komoditas yang melandai, akan membuat kinerja perusahaan yang fokus bisnisnya di sektor komoditas tertentu ini stagnan atau bahkan turun.
Hal ini berlaku bagi pencetak laba tertinggi se-Indonesia yakni PT Pertaminia Hulu Energi (PHE). Di 2022, PHE memanfaatkan momentum harga minyak tinggi dan recovery kondisi makro ekonomi pasca-pandemi Covid-19, sehingga mampu mencatatkan kinerja positif di seluruh anak usahanya. PHE membukukan laba bersih konsolidasi senilai US$ 4,67 miliar.
Menurut Teguh, perusahaan hulu migas milik negara ini bisa mencetak kinerja yang tinggi juga karena skala bisnisnya yang semakin besar setelah mengoperasikan Wilayah Kerja (WK) baru.
Namun untuk prospek kinerja di tahun ini, Teguh menilai, meski volume produksi dan penjualan minyak naik serta perolahan pendapatan konsolidasi PHE tumbuh, pencapaian laba bisa jadi tidak beranjak terlalu signifikan dibanding 2022.
Pasalnya untuk menaikkan volume lifting migas memakan biaya yang besar. Di sisi lain, untuk melakukan eksplorasi besar-besaran biasanya perusahaan banyak melibatkan utang bank, sehingga ada biaya bunga utang dan lain sebagainya yang harus ditanggung.
Baca Juga: Laba Perusahaan Orang Terkaya RI Ini Naik 243,43%, Apakah Sahamnya Layak Dibeli?
“Jadi skala bisnis memang besar tetapi apakah marjin keuntungan PHE bisa lebih besar lagi? Meski laba bersih naik secara umum, tetapi belum tentu naik signifikan seperti 2022,” ujarnya.
Pada sektor pertambangan, Teguh memproyeksikan, kinerja perusahaan-perusahaan tersebut bisa terjadi penurunan atau minimal stagnan jika dibandingkan kinerja tahun lalu.
Teguh mencontohkan, realisasi kinerja PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang merupakan salah satu bagian dari MIND ID di kuartal I 2023 mengalami penurunan 48,44% year on year (YoY) menjadi Rp 1,18 triliun dibandingkan kuartal I 2022 senilai Rp 2,3 triliun.
Namun, penurunan laba ini tidak terjadi di Adaro. Pada tiga bulan pertama tahun ini, ADRO justru mencatatkan laba US$ 458,04 juta atau tumbuh 14,5% yoy.
Bagi Teguh, prospek bisnis sektor yang masih cemerlang di tahun ini ialah perbankan. Menurutnya, kinerja perusahaan bank mencerminkan kondisi perekonomian Indonesia secara umum, bukan hanya sektor tertentu. Adapun ekonomi dalam negeri 2023 cenderung positif.
“Kinerja perusahaan bank di kuartal I 2023 labanya masih naik. Perbankan akan lebih unggul di tahun ini,” terangnya.
Lantas untuk PT Astra International Tbk (ASII), Teguh menjelaskan, perusahaan ini mencetak rekor laba bersih terbesar sepanjang sejarah Astra karena didorong dua booming komoditas sekaligus yakni otomotif dan batubara.
Di sektor batubara, kinerja Astra ditunjang anak usahanya PT United Tractors Tbk (UNTR) yang menjual alat berat dan batubara.
Sedang di sektor otomotif, penjualan ASII kena angin segar dari insentif 0% PPnBM sehingga harga mobil menjadi lebih terjangkau.
“Memang betul penjualan motor dan mobil melesat tinggi di 2021 dan puncaknya di 2022,” jelasnya.
Namun untuk tahun ini, Teguh memproyeksikan, laba Astra masih akan tetap positif meski ada sejumlah faktor yang membuat penjualan mobilnya menurun. Ditambah pula harga batubara sudah mulai melandai di tahun ini.
“Jika Astra berharap tahun ini labanya lebih tinggi dibandingkan 2022 akan berat, namun bisa jadi labanya stagnan atau tidak lebih tinggi dibandingkan tahun lalu,” tandasnya.
Baca Juga: Mewaspadai Invasi Produk Impor
Dalam catatan Kontan.co.id sebelumnya, prospek kinerja TLKM akan dibayangi sejumlah faktor.
Melansir penjelasan Research Analyst MNC Sekuritas Andrew Sebastian, kehadiran Telkomsel On dapat meningkatkan pendapatan Telkomsel terutama dengan Average Revenue Per User (ARPU) atau pendapatan rata-rata per pelanggan yang lebih tinggi karena lebih banyak paket premium.
“Selain itu, merger memperluas basis pelanggan kedua bisnis melalui penerapan strategi cross selling," jelas dia dalam riset Selasa (25/7).
Merger yang dimaksud ialah, sinergi IndiHome ke Telkomsel yang selesai pada 1 Juli 2023 lalu.
Meski memiliki produk anyar, Praska menilai adanya persaingan layanan dan tarif harga masih membayangi pertumbuhan kinerja keuangan Telkom di paruh kedua tahun ini.
"Namun ketatnya persaingan layanan dan tarif harga membuat pertumbuhan kinerja keuangan TLKM di pos laba belum mampu mencetak pertumbuhan signifikan," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News