Reporter: Kiki Safitri | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Impor ilegal acap kali terjadi di Indonesia. Tidak tanggung total tangkapan yang dilakukan oleh Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian dari tahun 2015 hingga 2018 adalah 8.701 ton.
“Impor semuanya harus ada sertifikat. Itulah sistem manajemen risiko kita. Karena ini ada potensi yang risiko yang akan kita hadapi berupa risiko penyakit , risiko keamanan pangan untuk dikonsumsi masyarakat ,ya itu pasti wajib baik dari tanaman dan hewan,” kata Kepala Badan Karantina Pertanian Banun Harpini di Kementerian Pertanian, Jumat (30/11).
Dari catatan Barantan, tahun 2015 terjadi 35 kali tangkapan dengan total 1.088 ton yang meliputi Bawang, daging dan produk pangan. Pada tahun 2016, terjadi 102 kali tangkapan dengan total 2.106 ton meliputi beras, bawang, daging, gula, jagung, wortel, unggas dan daging celeng.
Pada tahun 2017 terjadi 61 kali tangkapan dengan total 200 ton untuk komoditi beras, bawang, daging, wortel, unggas, telur dan vanili. Tahun 2018 terjadi 18 kali tangkapan dengan total 5.307 ton meliputi beras, bawang, sosis, benih jarak, daging, Bibit sawit, pakan ternak dan sosis.
Kerugian yang diderita adalah berupa meterial dan imaterial. Misalkan saja penyakit mulut dan kuku (PMK) berpotensi muncul kembali ke Indonesia melalui produk hewan/daging illegal. Potensi kerugian masuknya PMK ini mencapai Rp 9,38 Triliun per tahun.
“Barang yang dijual secara illegal adalah awang merah, bawang putih, satwa seperti burung-burung dan itu menjadi alat bagi kita karena secara internasional sudah mewarning. Masuknya juga terbuka tidak resmi dan setelah itu dilalulintaskan antar pulau dan antar area. Kasusnya begitu modus-modus ini dari Sumatera dan Jawa,” ungkapnya.
Dikatakan Banun, pintu-pintu untuk transaksi illegal berada di sepanjang pantai Timur Sumatera. Wilayah -wilayah yang memang tidak ditetapkan sebagai wilayah kerja seperti di Siak dimana daerah-daerah tersebut membawa komoditas illegal melintas ke perairan Jawa.
Contoh kasus saat masuknya Penyakit Flu Burung dengan potensi kerugian mencapai Rp4,1 triliun rupiah. Ini pernah terjadi selama 3 tahun (2004-2007) dan saat ini belum selesai.
Sejauh ini jumlah tangkapan burung selundupan pada tahun 2018 adalah 247 tangkapan dengan jumlah 6.256 ekor di mana lima di antaranya sudah proses hukum P21.
“Memang sih kalau dilihat data-data itu belum menunjukkan adanya perbaikan kepatuhan mitra kerja karantina. yang sekarang kan hukumannya maksimum tuh 3 tahun ya, kalau itu pidana dengan denda Rp 150 juta,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News