Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Industri Otomotif Indonesia (Gaikindo) mengungkapkan bahwa standarisasi implementasi Euro 4 dalam industri otomotif Indonesia telah dimulai sejak tahun 2018.
Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, menjelaskan bahwa peraturan terkait implementasi Euro 4 tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. 20/Setjen/Kum.1/3/2017 yang diterbitkan pada 10 Maret 2017.
Peraturan ini menetapkan bahwa standar Euro 4 untuk bahan bakar bensin mulai berlaku pada September 2018, sedangkan untuk bahan bakar diesel (solar) diberlakukan mulai April 2022.
"Kami dari Gaikindo dan anggotanya sudah memproduksi kendaraan sesuai dengan standar Euro 4 sejak diberlakukannya peraturan tersebut. Kendaraan bensin yang diproduksi setelah September 2018 serta yang dipasarkan pada periode tersebut telah memenuhi standar Euro 4. Begitu juga untuk kendaraan diesel, penerapan standar ini dimulai pada April 2022, dan kami telah mematuhi ketentuan ini," ungkap Kukuh saat dihubungi Kontan pada Jumat (9/8).
Baca Juga: Pasar Lesu, Target Penjualan Mobil Nasional Sulit Dicapai
Meskipun industri telah siap dengan implementasi Euro 4, penerapan standar ini di Indonesia belum sepenuhnya diterapkan. Salah satu kendala utama adalah ketersediaan bahan bakar yang sesuai dengan standar Euro 4 yang masih terbatas.
"Selama ini, bahan bakar Euro 4 belum tersedia secara merata di seluruh Indonesia. Kami sebelumnya sudah menyarankan agar bahan bakar ini tersedia di seluruh wilayah, mengingat kendaraan tidak hanya beroperasi di Jakarta saja. Sayangnya, ketersediaan bahan bakar Euro 4 masih sangat terbatas," jelas Kukuh.
Keterlambatan dalam penerapan standar Euro 4 berdampak pada beberapa aspek, termasuk kualitas udara di Indonesia. Kukuh mengingatkan bahwa pada Agustus 2023, Jakarta dinyatakan sebagai salah satu kota dengan tingkat polusi tinggi karena emisi gas buang kendaraan yang masih tinggi.
"Mobil yang sudah memenuhi standar Euro 4 belum dapat optimal jika bahan bakar yang digunakan tidak sesuai. Hal ini menyebabkan emisi gas buang tetap tinggi dan berdampak pada kualitas udara yang buruk," tambahnya.
Baca Juga: Setelah Tak Dapat Insentif, Tarif PPnBM Mobil Hybrid Berpeluang Naik
Selain itu, perbedaan standar emisi antara Indonesia dan negara tujuan ekspor memaksa perusahaan otomotif untuk memiliki dua lini produksi berbeda. Perusahaan harus memproduksi kendaraan sesuai dengan standar emisi negara tujuan ekspor, seperti Euro 5 atau Euro 6, yang dapat meningkatkan efisiensi jika diterapkan secara menyeluruh di dalam negeri.
"Teknologi otomotif yang sesuai dengan standar Euro 4, Euro 5, atau Euro 6 memerlukan bahan bakar yang sesuai. Jika bahan bakar tidak sesuai, risiko kerusakan mesin meningkat, dan emisi kendaraan tidak akan memenuhi harapan pemerintah," ungkap Kukuh.
Ia menambahkan bahwa tujuan pemerintah untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060 memerlukan langkah-langkah bertahap, dan ketersediaan bahan bakar yang berkualitas merupakan bagian penting dari pencapaian tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News