Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia memiliki cadangan gas yang lebih. Di sisi lain, cadangan minyak terus menurun. Dus, peluang konsumsi gas alam cair yang lebih ramah lingkungan dan harga yang lebih kompetitif semakin penting di masa yang akan datang.
Komite BPH Migas Jugi Prajogio mengatakan, saat ini sebagian kebutuhan solar dalam negeri masih dipasok dari luar negeri atau impor. Masalahnya, impor sangat dipengaruhi fluktuasi harga internasional.
Di sisi lain, saat ini ada cukup banyak pasokan gas alam cair yang diproduksi di Indonesia dan belum ada pembelinya atau menjadi uncommitted cargo. Persoalan uncommitted cargo ini salah satunya karena beberapa pasar penerima LNG mulai mengurangi impor, bahkan ada kontrak yang sudah selesai dan belum ada kepastian perpanjangan.
"Kita bayangkan saja Indonesia membutuhkan solar impor, tetapi kita juga memiliki LNG yang mau dijual tapi belum ada pembelinya. Mengapa LNG tidak dipakai saja di dalam negeri? Jadi menurut saya, urgensi konversi ke LNG adalah bagaimana menggunakan produk dalam negeri yang secara umum harganya lebih kompetitif dibandingkan bahan bakar lain, semisal BBM," kata Jugi kepada Kontan.co.id, Rabu (16/6).
Baca Juga: Ini faktor penting yang bisa membuat perusahaan migas semakin semangat garap LNG
Jugi memberikan gambaran harga LNG dibandingkan BBM. Saat ini, harga LNG FOB di Bontang berada pada kisaran US$ 6,6 hingga US$ 7/MMBTU. Sementara harga BBM solar non subsidi atau Pertamina Dex di kisaran Rp 9.000 hingga Rp 10.000 per liter atau jika dikonversi menjadi US$ 18 - US$ 20/MMBTU. Tentu LNG punya harga yang lebih menarik.
"Dari sisi harga cukup menarik, tinggal sampai seberapa jauh LNG tersebut ditarik (dikirim) ke wilayah penerima. LNG punya spread cukup tinggi dibandingkan BBM. Selain menarik karena diproduksi di dalam negeri, LNG juga menarik dari sisi cost structure" kata Jugi.
Sebenarnya, saat ini gas alam cair sudah dimanfaatkan di beberapa sektor bisnis, seperti di pertambangan untuk bahan bakar alat berat atau di perhotelan dan rumah sakit untuk genset. LNG juga sudah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik. Namun sayang, belum maksimal dimanfaatkan.
Salah satu tantangan yang masih harus dihadapi dengan serius adalah dari segi supply chain. Gas alam cair memerlukan infrastruktur penerima, LNG Receiving Terminal. Jika receiving terminal ini dekat dengan penerima, khususnya bagi wilayah yang tidak terjangkau pipa gas, nantinya bisa tercapai efisiensi biaya sehingga harga lebih rasional.
"Jika didapatkan efisiensi cost yang lebih baik, sehingga hasil akhirnya harga lebih kompetitif, tentu orang akan melihat LNG sebagai satu solusi yang memadai," imbuh Jugi.
Selanjutnya: BPH Migas berkomitmen kawal pelaksanaan program BBM satu harga
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News