Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada sisa dua bulan menjelang berakhirnya pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), puncak kepemimpinan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diganti. Di mana, Jokowi melantik Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggantikan Arifin Tasrif yang telah menjabat sejak 23 Oktober 2019 - 19 Agustus 2024.
Bahlil yang baru ditunjuk sebagai Menteri ESDM mengaku mendapatkan sejumlah tugas dari Presiden Jokowi untuk mengerjakan beberapa tugas di sektor ESDM, terutama penurunan lifting migas.
Bahlil akan mengadakan perbincangan secara detail bersama Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) terkait lifting migas yang terus mengalami penurunan, padahal konsumsi migas naik sehingga dilakukan impor untuk memenuhi kebutuhan migas.
"Kalau memang itu persoalannya ada di regulasi [terkait lifting migas turun] apa yang kita harus lakukan? apa yang harus negara berikan agar kita kompetitif," ujar Bahlil di Kementerian ESDM, Senin (19/8).
Bahlil akan fokus menyusun strategi untuk meningkatkan lifting migas yang terus menerus turun. Selain itu, pihaknya akan segera menyiapkan lokasi-lokasi untuk membangun industri LPG.
Baca Juga: Curhat Arifin Tasrif Setelah Hampir 5 Tahun Menjabat Menteri ESDM
"Karena LPG kita kan impor terus, nah ini yang akan kita lakukan kerja sama dengan SKK Migas dengan Pertamina dan Kementerian ESDM," ungkap Bahlil.
Selain itu, Bahlil meminta kepada Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto untuk menyampaikan data terkait impor gas yang banyak mengandung C3-C4 untuk bisa segera dibangun hilirisasi LPG.
Sementara untuk sektor mineral dan batubara (minerba), hilirisasi akan berjalan terus. Ke depan, perizinan akan lebih transparan supaya tidak terjadi perdebatan-perdebatan dan dari sisi kelistrikan akan didorong energi baru terbarukan dan Carbon Capture Storage (CCS).
Sementara itu, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, berdasarkan arahan Bahlil memang ada hal-hal yang dibutuhkan untuk mengangkat lifting migas. Di saat gas sudah cukup bagus meningkat, diperlukan upaya agar minyak bisa ikut meningkat.
"Tadi sudah disinggung juga kepada SKK Migas dan Pertamina agar lebih agresif dalam pengelolaan (hulu migas)," ujar Dwi.
Dari pengusaha migas, Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong mengatakan, ada sejumlah isu yang perlu ditangani di antaranya adalah bagaimana cara mengeksplorasi lebih banyak supaya aktivitas hulu migas lebih bergiat.
Selain itu, pengembangan lapangan-lapangan baru kalau bisa jangan terlambat, jadi prosesnya harus dibuat sedemikianrupa sehingga pengembangan lapangan baru itu bisa tepat waktu bahkan jika bisa dipercepat.
"Dari situ produksi kita akan naik. Kuncinya adalah eksplorasi kalau menurut saya. Tentu ada agenda-agenda dari Pak Menteri yang dikatakan seperti hilirisasi, tapi khusus upstream oil and gas adalah eksplorasi dan pengembangan lapangan harus digalakkan," ungkapnya saat ditemui di Kemeterian ESDM, Senin (19/8).
Di sisi lain, Plt Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Gita Mahyarani berharap, dalam dua bulan Menteri ESDM dapat menyelesaikan hal-hal yang masih tertunda.
Baca Juga: Jadi Menteri ESDM, Bahlil Tegaskan Tidak Ada Konflik Kepentingan
"Salah satunya adalah kejelasan Mitra Instansi Pengelola. Namun bukan sekadar penerapan. Yang jadi concern kami juga bagaimana simulasi dan visible atau tidaknya diterapkan ke berbagai IUP dengan skala produksi yang berbeda," ungkapnya saat dihubungi Kontan, Senin (19/8).
Selain itu, Gita menegaskan penegakan terhadap prinsip tata kelola tambang yang baik juga semakin ditekankan kepada seluruh pemegang izin. Agar pertambangan batubara ke depan tidak saja menjadi penyumbang penerimaan negara namun bertanggungjawab dengan lingkungan.
Sementara, Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Mada Ayu Habsari menyebut, Bahlil punya pekerjaan rumah di sektor Energi Baru Terbarukan (EBT).
Khususnya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan pengesahan RUU EBET dan kemudian juga peraturan tentang penguatan jaringan transmisi pada perusahaan utilitas agar dapat mendukung pemanfaatan fasilitas PLTS di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News