kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,08   -10,42   -1.13%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini Sejumlah Pertimbangan KKKS untuk Investasi Hulu Gas di Tanah Air


Selasa, 02 Januari 2024 / 17:32 WIB
Ini Sejumlah Pertimbangan KKKS untuk Investasi Hulu Gas di Tanah Air
ILUSTRASI. Pelaku usaha hulu migas memiliki sejumlah pertimbangan sebelum membenamkan modalnya di lapangan gas Indonesia.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha hulu migas memiliki sejumlah pertimbangan sebelum membenamkan modalnya di lapangan gas Indonesia. Dua di antaranya kesiapan infrastruktur pendistribusian hingga kepastian pasar menyerap gas. 

Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal menyatakan secara umum prospek industri hulu gas masih cukup bagus dalam beberapa tahun mendatang karena ditopang kebutuhan dunia melaksanakan transisi energi. 

“Banyak negara ketergantungan gas, seperti Eropa, Jepang, Korea, China, Amerika, dan beberapa negara lain. Gas dianggap sebagai energi yang lebih bersih atau emisinya paling rendah dibandingkan energi fosil lain,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (2/1). 

Baca Juga: SKK Migas dan Premier Oil Andaman Tajak Sumur Eksplorasi Gayo-1

Melihat itu, Moshe menuturkan, di masa yang akan datang pasar gas terus bertumbuh dan prospeknya masih sangat besar. 

Hanya saja, menurut Moshe, ada beberapa persoalan yang menghinggapi industri hulu gas di Indonesia, salah satunya biaya produksi yang cukup mahal. Dibandingkan negara lain seperti Qatar atau Amerika, biaya produksinya cukup murah sehingga gasnya dapat merembes ke pasar Asia. 

“Pasar kita sudah mulai tergerus karena mereka mau menawarkan harga gas yang lebih kompetitif,” jelasnya. 

Maka itu, lanjut Moshe, pemerintah harus segera bereaksi menurunkan biaya eksplorasi hingga biaya distribusi supaya gas dari Indonesia lebih kompetitif. 

Salah satu caranya dengan memasifkan pembangunan infrastruktur gas yang dibiayai oleh negara. Menurutnya pipa gas yang dibangun dengan APBN, tarif biaya angkut (toll fee) akan jauh lebih murah sehingga gas yang disalurkan ke pengguna akhir lebih kompetitif. 

Sejalan dengan biaya angkut yang lebih ekonomis dan semakin banyaknya pipa yang tersambung di beberapa wilayah, penyaluran gas domestik dapat lebih merata. Alhasil penyerapan gas di dalam negeri bisa naik signifikan. 

“Selain infrastruktur, pertimbangan lain investor ialah kepastian penyerapan gas di dalam negeri. Pemanfaatan gas domestik harus ditingkatkan lebih dari 60%,” ujarnya. 

Namun sayang, hingga saat ini, pelaku usaha melihat pemerintah masih terlalu fokus  mendorong produksi demi tercapainya target 12 miliar gas standar kaki kubik per hari (BSCFD) di 2030. Tetapi di satu sisi permintaan pasarnya belum dipersiapkan. 

Hal ini tercermin dalam neraca LNG Indonesia Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang memprediksi akan ada badai LNG dimulai pada 2026 dan mencapai puncaknya di 2030. 

Dalam neraca LNG, jumlah uncomitted cargo pada 2026 melejit 129% year on year (YoY) menjadi 69,9 kargo dari sebelumnya 30,4 kargo di 2025. Kemudian jumlah kargo LNG yang tidak terkontrak akan naik semakin tinggi menjadi 304,6 kargo pada 2030. 

“Uncomitted Cargo ini kan artinya sudah mulai produksi tetapi belum ada kepastian pembelian. Jadi kontrak masih hanya berupa komitmen, itu pun belum mengikat, sedangkan lapangan gasnya sudah mulai produksi. Kepastian pasar ini urgent sekali untuk industri gas,” imbuhnya. 

Baca Juga: Beli LPG 3 Kg Dibatasi, DPR Minta Pertamina dan BPH Migas Antisipasi Penyalahgunaan

Moshe melihat, jika terus demikian, KKKS tidak mau mengucurkan uang lebih untuk meningkatkan produksi gasnya. Pasalnya gas tidak bisa disimpan layaknya minyak. Maka lebih baik gas tersebut dibiarkan tersimpan di dalam tanah karena biaya-nya lebih murah dibandingkan jika gasnya dikeluarkan, tetapi tidak ada yang bisa menyerap. 

Aspermigas kembali mengingatkan, sejumlah persoalan ini yang harus segera dibenahi. Bahwa jangan hanya mendorong produksi, tetapi sarana juga mesti dipersiapkan. Melalui infrastruktur yang siap, gas dari Indonesia bisa lebih kompetitif sehingga permintaan dari dalam negeri dan luar negeri dapat meningkat. 

Di 2024, Aspermigas melihat ada sejumlah lapangan migas yang menyumbangkan investasi, dua di antaranya Blok Masela dan Train III. 

Seperti diketahui, Blok Masela telah mengantongi persetujuan revisi kedua Rencana Pengembangan Lapangan Pertama (POD I). Diharapkan, tahun ini investasi di Blok Masela bisa lebih aktif lagi. Sedangkan di Train III sudah mulai beroperasi sehingga akan ada investasi di sisi CCS/CCUS. 

“Kami berharap 2024 ini tren investasi hulu gas jauh lebih baik dibandingkan tahun lalu,” tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×