Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Desas-desus penjualan saham Blok Masela oleh salah satu pemegang sahamnya yakni Royal Dutch Shell terus bergulir. Asal tahu saja, proyek Blok Masela memang mandek lantaran nilai investasi pengembangan LNG Onshore senilai US$ 19,227 miliar itu belum disetujui oleh pemerintah.
General Manager External Relations PT Shell Indonesia Rhea Sianipar mengatakan saat ini, Shell sepenuhnya fokus dan terus bekerja sama dengan Inpex sebagai operator Blok Masela dalam mengusulkan rencana pengembangan (POD) Proyek Abadi LNG yang layak investasi. "Terkait berita itu, kami tidak mengomentari rumor ataupun spekulasi pasar," ungkap dia ke Kontan.co.id, Minggu (5/5).
Seperti diketahui, sebelumnya Reuters memberitakan, bahwa Royal Dutch Shell mulai bergerak untuk menjual sahamnya di proyek gas alam cair (LNG) Abadi Indonesia senilai US$ 15 miliar.
Sumber industri dan perbankan yang mengetahui rencana ini mengatakan langkah tersebut dilakukan sebagai lanjutan dari program pelepasan aset yang telah mengumpulkan lebih dari US$ 30 miliar.
Di kutip dari Reuters, Shell, perusahaan pembeli dan penjual LNG terbesar di dunia ini mengumpulkan uang tunai untuk membantu membayar pembelian BG Group senilai US$ 54 miliar pada tahun 2015 dan berharap dapat memperoleh sekitar US$ 1 miliar dari penjualan 35% sahamnya dalam proyek tersebut.
Keputusan Shell untuk menjual proyek Abadi di blok Masela, yang dioperasikan oleh perusahaan minyak dan gas Jepang, Inpex Corp yang juga memiliki saham di proyek itu menyoroti kesulitan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dalam menarik investasi energi.
Namun sayang, baik Shell, Inpex dan pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia semuanya menolak berkomentar.
Konstruksi dimulai pada 2018. Padahal sebelumnya di tahun 2016 proyek itu sempat ditunda setidaknya hingga tahun 2020 setelah pemerintah Indonesia menginstruksikan peralihan dari fasilitas lepas pantai ke fasilitas darat.
Inpex dan Shell sekarang sedang mempersiapkan Rencana Pengembangan baru untuk diajukan tahun ini, laporan tahunan Shell mengungkapkan.
Proyek ini diperkirakan tidak akan beroperasi sampai setidaknya tahun 2026. Tetapi Inpex telah memulai desain awal rekayasa awal untuk pabrik LNG dengan kapasitas tahunan sebesar 9,5 juta ton.
Dwi Soetjipto, Ketua SKK Migas mengatakan, pada bulan Maret pemerintah dan operator belum menyetujui biaya untuk proyek dan pemerintah belum menyetujui rencana pengembangan yang direvisi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News