Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menilai, kebijakan pajak ekspor progresif untuk nickel pig iron (NPI) dan feronikel bakal menguntungkan industri manufaktur sebagai industri pengguna, maupun pelaku usaha smelter nikel di tingkat yang lebih hilir yang memerlukan pasokan NPI dan feronikel.
Ketua Perhapi, Rizal Kasli mengatakan, produksi NPI dan feronikel memerlukan jenis nickel ore saprolite. Namun, berdasarkan data yang ada, cadangan nickel ore saprolite yang ada hanya bisa memenuhi kebutuhan selama kurang dari 10 tahun jika tidak ditemukan cadangan baru.
“Yang dirugikan dengan kebijakan ini seperti perusahaan afiliasi yang di luar negeri (dan mengimpor NPI dan feronikel dari RI),” ujar Rizal saat dihubungi Kontan.co.id (24/1).
Seperti diketahui, pemerintah berencana menerapkan pajak progresif ekspor nikel. Tujuan utamanya ialah untuk mendorong hilirisasi nikel lebih jauh, dan mendorong investasi pada produk nikel dengan nilai tambah yang lebih tinggi dari NPI dan feronikel.
Baca Juga: Pajak Progresif Ekspor Nikel Pig Iron dan Feronikel Berdampak bagi Investasi Smelter
Kontan.co.id mencatat, wacana kebijakan ini mendapat dukungan dari kalangan pelaku usaha. Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey mengatakan bahwa APNI mendukung pemungutan pajak ekspor untuk kedua komoditas nikel ini supaya negara bisa mendapatkan value added dari industri pengolahan mineral.
Meidy menerangkan, jika ditarik ke belakang pada saat dahulu Kementerian ESDM mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian (IUP OPK Olah Murni) untuk pabrik atau smelter, output nikel dibebankan bea keluar. Namun, pada saat ditarik ke produk perindustrian dengan Izin Usaha Industri (IUI) bea keluarnya dibebaskan.
"Dalam hal ini apa yang didapatkan negara? Tidak ada. Kami miris di mana produk nikel misalnya saja nikel pig iron atau feronikel yang diekspor ke China itu dibebankan bea masuk sekitar 15%. Masa di kita gratis tetapi di sana terima 15% padahal mereka tidak produksi, tentu tidak fair," kata dia kepada Kontan.co.id, Kamis (13/1).
Baca Juga: Harga Nikel Memoles Prospek Kinerja Vale Indonesia (INCO)
Senada, Executive Director Indonesian Mining Association (IMA), Djoko Widajatno menilai bahwa kebijakan pajak ekspor terhadap NPI dan feronikel merupakan kebijakan yang adil, sebab smelter tidak membayar royalti dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) lainnya, sementara penambangnya wajib membayar Pajak Penghasilan (PPh) Badan Usaha, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), royalti, jaminan reklamasi, serta jaminan pasca-tambang.
"Tujuannya adalah menegakkan keadilan dalam kebijakan fiskal," ujar Djoko kepada Kontan.co.id beberapa waktu lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News