Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bagaikan kesebelasan yang mengulur waktu. Itulah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyikapi hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang merupakan tim verifikator independen terkait tarif interkoneksi operator seluler. Sejak dua pekan lalu, hasil verifikasi tersebut sudah ada di laci Kementerian Kominfo. Lalu bagaimana hasilnya?
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Kominfo Ahmad M. Ramli menjelaskan, interim report BPKP telah disampaikan kepada operator seluler. Dan saat ini operator masih mengkaji untuk penerapan dan implementasinya. "Pekan depan BRTI dan operator direncanakan akan melakukan pembahasan dengan BPKP. Selama belum ada keputusan maka pola saat ini yang berjalan, masih tetap berlaku," terang Ramli, yang juga Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), melalui pesan singkat Jumat (23/2).
Ini jelas membuang-buang waktu. Sebagai auditor atau verifikator, BPKP tentu saja mendapatkan data awal dari operator. Prosedur audit atau verifikator biasanya BPKP kembali mengecek berbagai data operator tersebut untuk membuktikan kebenarannya alias verifikasi. Dan jika kita tengok ke belakangan, berdasarkan dokumen yang Kontan.co.id peroleh, BPKP sudah menyelesaikan hasil verifikasi tersebut pada tanggal 22 Desember 2017 dengan rekomendasi tarif interkoneksi asimetris dan diserahkan ke Kominfo. Lantas Kominfo menyerahkan ke BRTI untuk dievaluasi. Berdasarkan pemberitaan KONTAN pada 6 Februari BRTI menyatakan, masih membicarakan hasil verifikasi dengan operator, sebelum diserahkan ke Kominfo. Dan kini Kominfo kembali mengajak operator membicarakan hasil verifikasi tersebut.
Jika kita bandingkan, Kementerian ESDM juga pernah menunjuk tim verifikator independen untuk menilai pencapaian pembangunan pemurnian mineral (smelter) PT Freeport Indonesia. Ini karena Freeport ngotot, progres pembangunan smelter mencapai 15%, karena memasukkan jaminan lahan di Gresik sebesar US$ 115 juta. Berdasarkan hasil tim verifikator independen, ternyata perkembangan smelter Freeport baru 2,43%. Hasil inilah yang menjadi dasar Kementerian ESDM memberikan izin ekspor smelter lebih kecil ke perusahaan raksasa asal Amerika Serikat tersebut.
Jadi buat apa Kominfo menugaskan BPKP sebagai verifikator independen jika hasilnya tidak dipakai? Mengapa Kominfo tak berani segera mengeksekusi hasil verifikator terkait interkoneksi yang sudah mangkrak sekitar empat tahun itu? Sekadar informasi, saat Kominfo tak menggunakan hasil BPKP tersebut, Indonesia masih kekurangan tenaga audit, Itu sebabnya Badan Pemeriksa Keuangan acapkali memakai tenaga auditor BPKP untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News