Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah tak melanjutkan program insentif impor mobil listrik secara penuh pada 2026 mendatang. Alhasil, produsen bakal mulai memproduksi di dalam negeri. Namun begitu, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menilai perubahan ini sudah diantisipasi oleh produsen.
Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian sebelumnya memberikan insentif bea masuk dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) kepada produsen untuk mengimpor mobil listrik berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV) secara utuh alias completely built up (CBU).
Namun sebagai gantinya, produsen yang menerima insentif ini wajib menyatakan komitmen investasi untuk melakukan produksi di dalam negeri. Pun, jumlah produksi harus sama banyaknya dengan jumlah produk yang diimpor dalam periode ini.
Nah, insentif tersebut hanya berlaku hingga 31 Desember 2025 dan pemerintah memastikan tak ada perpanjangan. Maka mulai tahun depan, 6 produsen yang mengikuti insentif ini bakal mulai memproduksi di dalam negeri.
Adapun, 6 produsen tersebut adalah PT BYD Auto Indonesia, PT Vinfast Automobile Indonesia, PT Geely Motor Indonesia, PT Era Industri Otomotif (Xpeng), PT National Assemblers (Citroen, AION, Maxus, VW), dan PT Inchcape Indomobil Energi Baru (GMW Ora).
Baca Juga: GAC Gandeng Indomobil, Genjot Pasar Mobil Listrik AION dan Hyptec di Indonesia
Terkait ini, Sekretaris Jenderal Gaikindo Kukuh Kumara menyebut produsen-produsen yang bakal mulai memproduksi di dalam negeri ini sudah mengantisipasi perubahan yang ada.
“Masing-masing pabrikan pasti sudah menghitung bahwa kebijakan (insentif) berakhir pada akhir tahun 2025 dan kemudian harus memproduksi di dalam negeri. Ketika mereka menjual CBU dengan berbagai insentif, harga yang ditetapkan sudah diperhitungkan untuk kelanjutan penjualan ke depannya,” papar Kukuh kepada Kontan, Senin (1/9/2025).
Dari segi biaya produksi pun menurutnya bakal cenderung lebih murah. Pasalnya, produsen tak perlu merogoh kocek untuk biaya logistik. Ia bilang produsen umumnya sudah memiliki hitung-hitungan sendiri untuk memastikan tidak ada perubahan harga signifikan yang memengaruhi penjualan.
“Minimal harganya sama (tidak ada kenaikan),” kata Kukuh.
Pun terkait penjualannya, menurutnya produsen sudah memiliki strategi masing-masing untuk mengatur stok dan daya serap masyarakat.
Baca Juga: Impor Mobil EV Berakhir pada 2025, BYD-Vinfast CS Wajib Produksi di Indonesia
Meski memang tak bisa dipungkiri, saat ini pasar BEV masih tersentralisasi di wilayah tertentu dan ini menjadi tantangan tersendiri bagi produsen.
“Penjualan BEV itu rata-rata peminatnya di kota-kota besar. Kemudian pembelinya rata-rata sudah punya mobil lain. Kalaupun belakangan muncul peminat dari first time buyer, mereka juga rata-rata tinggal di kota,” jelas Kukuh.
Namun itu juga menjadi peluang tersendiri karena artinya, masih banyak pasar yang belum terjangkau.
Meski penjualan BEV sempat menunjukkan penurunan, potensi pertumbuhan masih terbuka.
Asal tahu saja, wholesales BEV pada bulan kuartal I-2025 sempat tumbuh signifikan, dengan penjualan Januari mencapai 2.517 unit, Februari sebesar 5.183 unit, dan Maret sebesar 8.850 unit.
Pada kuartal selanjutnya, trennya cenderung turun, dengan penjualan pada bulan April sebesar 7.400 unit, Mei sebesar 6.391 unit, dan Juni 5.501 unit. Beruntung pada bulan Juli jumlahnya tercatat naik menjadi 6.336 unit, sehingga total wholesales BEV Januari–Juli 2025 mencapai 42.178 unit, melesat 136,61% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Selanjutnya: Presiden Prabowo Undang Tokoh Lintas Agama ke Istana
Menarik Dibaca: Mengulik Kandungan Nutrisi dan 5 Manfaat Makan Tomat bagi Kesehatan Tubuh
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News