Reporter: Adisti Dini Indreswari, Fahriyadi | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Banyaknya kebutuhan gula nasional setiap tahun membuat banyak investor asing tergiur untuk terjun ke bisnis tersebut. Maklum, saban tahun, Indonesia membutuhkan 5,6 juta ton gula, yang terdiri dari 2,6 juta ton gula konsumsi dan 3 juta ton gula untuk industri.
Selama ini, kebutuhan gula industri dipenuhi lewat impor gula mentah atau raw sugar yang kemudian diolah oleh industri menjadi gula rafinasi. Kebutuhan besar ini menjadi peluang bisnis bagi para investor asing, seperti MSM Malaysia Holdings Berhard.Produsen gula asal negeri Jiran ini berhasrat masuk ke bisnis gula di tanah air.
Tak tanggung-tanggung, perusahaan raksasa gula di Malaysia ini menyiapkan dana lebih dari US$ 750 juta untuk turut membangun pabrik gula untuk konsumsi dan industri sekaligus.
Namun, MSM berminat investasi di Indonesia dengan catatan bisa menggandeng mitra perusahaan gula lokal, entah BUMN maupun swasta. Dato' Sheikh Awab Sheikh Abod, Chief Executive Officer (CEO) MSM menegaskan ingin berinvestasi gula mulai dari hulu dengan cara membuka perkebunan tebu di Indonesia. Tujuannya, supaya tidak perlu mengimpor gula mentah sebagai bahan baku. Selanjutnya, MSM juga ingin mendirikan pabrik gula.
Namun, hingga saat ini, MSM belum berhasil menemukan lahan yang cocok untuk bertanam tebu. "Kami mendapat tawaran lahan di Pulau Aru dan Papua, tapi lahannya tidak subur dan tak cocok ditanami tebu," ujar Dato' Sheikh pada KONTAN, Jumat (14/8) lalu.
Sejumlah perusahaan pelat merah yang memiliki perkebunan tebu di tanah air, seperti PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII, PTPN IX, dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), juga telah dijajaki untuk diajak bekerjasama dengan skema build operate transfer (BOT) selama 30 tahun hingga 40 tahun. Namun, hingga kini belum juga menemui kata sepakat.
Tujuan menggandeng perusahaan milik negara ini lantaran mesin penggilingan tebu milik perusahaan BUMN sudah tak lagi produktif. Sebagian sudah terlalu uzur karena digunakan sejak 50 tahun lalu. Alhasil, meskipun punya lahan tebu yang luas dan produktif, hasil produksinya cukup minim.
Jika nanti berhasil masuk ke bisnis ini, MSM berniat menggarap bisnis gula konsumsi terlebih dahulu guna mendukung program swasembada gula yang telah dicanangkan pemerintah. Meski begitu, dia enggan membeberkan target produksi dari pabrik yang akan dibangun ini.
Pasok gula mentah
Asal tahu saja, MSM telah menyiapkan investasi sebesar US$ 1,5 miliar untuk ekspansi bisnis gula di empat negara, yaitu Indonesia, Thailand, India, dan China. "Kami menyediakan separuh dari total investasi untuk Indonesia," ungkap Dato" Sheikh.
Meskipun membutuhkan investor untuk pemenuhan gula, rencana investor asing masuk ke gula konsumsi tidak akan mudah. Sebab, pemain lokal cukup kuat. Yamin Rahman, Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) menyatakan, pemerintah perlu membuat regulasi yang mengatur peran investor asing dalam bisnis gula.
Menurut Yamin, investor asing sebaiknya memainkan peran memasok gula mentah yang selama ini diimpor anggota AGRI sebanyak 3 juta ton per tahun. "Investor asing jangan masuk pasar gula konsumsi karena bisa menimbulkan kegaduhan di antara produsen gula lokal," katanya.
Meski begitu, Yamin bilang, apabila pemerintah benar menyediakan lahan seluas 600.000 hektare untuk tanam tebu dan merealisasikan 10 pabrik gula baru, impor gula mentah tak akan terjadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News