Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia Petroleum Association (IPA) menilai Blok Masela dan proyek minyak dan gas bumi (migas) laut dalam atau Indonesia Deepwater Development (IDD) sangat penting untuk terus dikembangkan dalam era transisi energi.
Melansir data Kementerian ESDM, Blok Abadi Masela terletak di Maluku dengan estimasi GIIP 3P sebesar 27,9 TCF. Adapun estimasi produksi di masa depan sekitar 9,5 juta ton LNG per tahun dan sekitar 35.000 barel kondensat per hari. Proyek ini juga akan memasok 150 juta kaki kubik gas alam per hari melalui pipa untuk memenuhi permintaan gas alam lokal.
Sedangkan IDD yang berlokasi di Cekungan Kutai, Provinsi Kalimantan Timur merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN) dengan potensi produksi mencapai 844 million standard cubic feet per day (mmscfd) untuk gas alam dan minyak bumi 27.000 barrel of oil per day (BOPD).
Baca Juga: Kementerian ESDM Umumkan Lelang Migas Tahap II 2023
Presiden IPA 2023, Yuzaini Bin Md Yusof menilai dua proyek gas besar di Indonesia yakni Blok Masela dan IDD harus diteruskan karena penting untuk transisi energi.
“Proyek Masela dan IDD merupakan lapangan gas yang penting dalam transisi energi di masa depan,” ujarnya dalam konferensi pers IPA Convex 2023 di ICE BSD, Selasa (25/7).
Menurut Yuzaini, gas merupakan sumber energi yang lebih rendah emisi dibandingkan energi fosil lainnya seperti minyak dan batubara.
Maka itu, gas bisa diandalkan untuk transisi energi apalagi jika dihubungkan dengan trilema energi yakni menyeimbangkan keamanan energi, keberlanjutan, dan keterjangkauan.
Yuzaini melihat, pemerintah Indonesia sudah cukup mengubah iklim investasi menjadi lebih menarik di mana ada perkembangan insentif fiskal dan kemudahan berusaha. Oleh karenanya, perusahaan asing banyak datang untuk bermitra bersama dengan perusahaan di Indonesia.
“Ini adalah satu cara untuk kolaborasi antara perusahaan internasional dan perusahaan BUMN macam Pertamina bersama-sama dengan Petronas untuk Blok Masela,” ujarnya.
Menurutnya, kemitraan itu akan menyebabkan potensi kolaborasi dari sisi teknologi yang berdampak positif bagi monetisasi sumber energi yang ada.
Yuzaini juga melihat, adanya ruang untuk kolaborasi antar mitra seperti pengembangan teknologi bersama untuk mempercepat monetisasi di suatu wilayah WK Migas.
Baca Juga: Pertamina dan Petronas Masuk Blok Masela, Segini Nilai 35% Hak Partisipasi Shell
“Misalnya floating solutin instead of on shore plan, CCS yang diinjeksikan bisa mengurangi emisi,” tandasnya.
Dia menilai, Indonesia sebagai salah satu negara yang cukup cepat bergerak dalam implementasi CCS/CCUS. Beberapa hal yang harus disiapkan adalah kebijakan fiskal, tax credit serta kebijakan harga karbon serta kesiapan storage carbon.
"Banyak proyek berisiko tinggi yang membutuhkan dukungan regulator, dengan banyaknya proyek CCS/CCUS yang bergantung pada dukungan regulasi dan attractiveness commercial masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan," jelas Yuzaini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News