Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Markus Sumartomjon
JAKARTA. Hasil renegosiasi kontrak karya (KK) dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) yang telah disepakati pemerintah dan sejumlah perusahaan rupanya bisa mengancam potensi pendapatan negara. Sebab, tarif iuran tetap atau deadrent yang telah disetujui bersama dalam nota kesepahaman (MoU) amandemen kontrak cuma US$ 2 per hektare per tahun. Artinya, masih di bawah perundangan yang berlaku.
Ladjiman Damanik, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) menuturkan renegosiasi antara pemerintah dan perusahaan kontrak pertambangan yang sudah MoU seharusnya dibuka ke publik agar masyarakat mengetahui pencapaian pemerintah. "Untuk renegosiasi kontrak tambang perusahaan besar terkesan ditutupi, dan informasinya justru ada kesepakatan yang tidak sesuai perundangan," kata dia kepada KONTAN, Minggu (7/9).
Dari keterangan rilis PT Newmont Nusa Tenggara, perusahaan ini telah meneken MoU amandemen kontrak dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Hasil renegosiasi tersebut memuat enam poin kesepakatan renegosiasi, termasuk peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari royalti dan iuran tetap.
Nah, dari hasil renegosiasi tersebut Newmont bersedia menaikan tarif royalti emas, perak dan tembaga, sekaligus mengerek tarif iuran tetap menjadi US$ 2 per hektare (ha) per tahun. Asal tahu saja, tarif deadrent yang berlaku untuk Newmont berdasarkan isi KK cuma US$ 1,5 per ha per tahun.
Menurut Ladjiman, kesepakatan tarif deadrent dengan Newmont menyalahi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9/2012 yang menjadi payung hukum penerimaan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) kegiatan usaha pertambangan. Sebab, dalam beleid tersebut mengatur tarif deadrent US$ 2 per ha per tahun berlaku untuk perusahaan tambang tahap eksplorasi. Sedangkan untuk perusahaan operasi produksi tarif yang berlaku US$ 4 per ha per tahun.
Alhasil, isi kesepakatan ini bisa mengurai potensi pemasukan negara. Ia mensinyalir, seluruh KK dan PKP2B juga akan sama kenaikan tarif deadrent-nya. "Nilainya memang kecil, tapi akumulasi penguasaan lahan tambang sangat luas. Selain, Newmont perusahaan lain seperti PT Vale Indonesia dan PT Freeport Indonesia pasti sama tarifnya," ujar dia.
Hasil renegosiasi kontrak terkait jumlah areal tambang dengan Newmont mencapai 66.422 ha, sedangkan dengan Freeport dan Vale menjadi sekitar 125.000 ha dan 75.000 ha. Menurut perhitungan Ladjiman, nilai potensi kehilangan pendapatan negara akibat selisih US$ 2 per ha dari ketiga perusahaan tersebut mencapai US$ 532.000 per tahun.
Ladjiman bilang, jumlah kehilangan potensi peningkatan tersebut bisa meningkat pesat apabila seluruh 107 perusahaan KK dan PKB2B lainnya tarif deadrent-nya juga di bawah PP Nomor 9/2012.
Presiden Direktur Newmont Nusa Tenggara Martiono Hadianto mengelak konfirmasi KONTAN soal kesepakatan baru tarif iuran tetap senilai US$ 2 per ha di MoU amandemen kontrak. "Kenapa Anda membutuhkan perincian yang dimaksud?," ujar dia bertanya balik di pesan singkat.
Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menepis soal kesepatan tarif ini. "Dalam MoU amandemen kontrak, disepakati peningkatan PNBP berupa royalti dan deadrent harus sesuai PP Nomor 9/2009," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News