Reporter: Noverius Laoli | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Keputusan pemerintah menutup pintu impor jagung bagi swasta membuat harga jagung lokal melonjak drastis.
Saat ini harga rata-rata jagung lokalĀ di atas Rp 6.000 per kilogram (kg) dari harga normal sebesar Rp 3.000 per kg.
Kondisi ini membuat sejumlah industri pakan memilih mencari subtitusi jagung untuk memenuhi kebutuhan pakan dalam negeri.
Sebab selama ini, sebanyak 50% bahan baku pakan ternak berasal dari jagung.
Direktur Utama PT Sierad Produce Tbk, Eko Putro Sandjojo mengeluhkan kenaikan harga jagung sampai 100%.
Menurutnya kenaikan itu sudah di luar batas kewajajaran dan semakin mencekik produsen pakan ternak.
Efeknya, harga pakan naik dan harga daging ayam juga turut terkerek.
Ia bilang, untuk mengatasi kenaikan harga jagung lokal ini, Sierad memilih mencari subtitusi jagung dengan membeli gandum dan terigu.
"Kami tidak mengurangi pembelian jagung, tapi selain karena harga mahal, barangnya juga tidak ada. Jadi kami harus mencari subtitusinya seperti terigu," ujar Eko kepada KONTAN, akhir pekan lalu.
Menurut Eko, kenaikan harga jagung lokal ini tidak dinikmati petani, sebab saat ini petani tidak memiliki stok jagung dalam jumlah banyak.
Justru yang menikmatinya adalah para pedagang yang memilik stok jagung dalam jumlah besar.
Eko bilang, kenaikan harga jagung kita salah satunya akibat ketidakakuratan data yang masuk ke Kementerian PertanianĀ (Kemtan) sehingga jagung menjadi shortage di Indonesia yang berdampak pada meroketnya harga jagung di pasaran.
Ia mengatakan pihaknya tetap mengapresiasi niat baik pemerintah untuk melindungi petani dan upaya menuju swasembada jagung.
Namun ia mengingatkan agar Kemtan harus serius memantau pelaksanaan kebijakan itu dan memperbaiki sumber data pangan agar lebih akurat.
Sehingga kebijakan yang baik tersebut tidak menimbulkan distorsi dan blunder jangka pendek yang bisa mematikan sektor lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News