Reporter: Umi Kulsum | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Hingga akhir tahun ini, para kalangan industri dalam negeri masih memproyeksikan, pertumbuhan bisnis sepatu masih stagnan alias tidak mengalami pertumbuhan bisnis. Selain karena terkena efek ekonomi yang loyo, para pelaku industri sepatu lokal juga masih harus bergantung dari bahan baku impor.
Binsar Marpaung, Sekretaris Jenderal Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) mendesak pemerintah agar mempercepat program hilirisasi bahan baku agar bisa menekan ketergantungan terhadap bahan baku impor. "Saat ini sekitar 60%-70% bahan baku sepatu masih impor," ungkapnya kepada KONTAN, Selasa (22/11).
Kondisi ini terjadi lantaran pasokan bahan baku sepatu di dalam negeri, seperti bahan karet masih minim. Untuk itu pihaknya ingin agar pemerintah memberikan insentif bagi industri sepatu yang ingin membuat bahan baku sepatu. Sayang, Binsar tidak merinci jenis insentif yang diminta.
Yang jelas, ia ingin program hilirisasi terebut bisa berjalan cepat supaya industri sepatu lokal tidak terlalu kalah bersaing dengan sepatu impor.
Melihat kondisi tersebut, Eddy Widjanarko, Ketua Aprisindo menyebutkan, pertumbuhan bisnis industri sepatu domestik hingga akhir tahun ini paling mencapai 3% dibandingkan tahun lalu.
Meski proyeksi pertumbuhan bisnis sepatu ini tipis, tapi industri sepatu lokal tengah berupaya mempertahankan di tengah kondisi daya beli masyarakat yang belum meningkat saat ini.
Menurut Eddy, persoalan bahan baku sepatu masih menjadi keharusan yang harus dipenuhi di dalam negeri. "Kami saat ini sedang melakukan pendekatan dengan pemilik bahan baku untuk relokasi ke dalam negeri," ujarnya, kepada KONTAN.
Tidak sesuai harapan
Saat ini, sudah ada beberapa negara yang berinvestasi di Indonesia, seperti Taiwan dan China untuk memproduksi bahan baku sepatu. Tapi tetap saja jumlahnya masih belum bisa memenuhi kebutuhan bahan baku dalam negeri.
Apalagi, selain bahan baku karet masih impor, industri sepatu juga sedang kesulitan bahan baku kulit. "Barangnya susah dan teknologinya mahal," tambahnya.
Menurut catatan industri sepatu domestik, tahun lalu, pendapatan bisnis industri domestik bisa mencapai Rp 30 triliun dan tahun ini diproyeksi bakal sama dengan tahun lalu. Kemudian untuk total ekspor sendiri US$ 4,6 miliar pada tahun 2015, dan di tahun ini hanya akan menjadi sekitar US$ 5 miliar. Malah, "Kemungkinan untuk ekspor hanya bisa mencapai angka US$ 4,8 miliar," ujar Eddy.
Makanya, industri sepatu dalam negeri berharap, kelangkaan bahan baku sepatu ini bisa segera teratasi, khususnya karet. Ini ironi, mengingat Indonesia merupakan salah satu produsen karet terbesar di dunia. Tapi hingga kini industri karet domestik belum mengolahnya menjadi salah satu bahan baku bagi industri alas kaki.
Eryy Sunarli, Wakil Presiden Direktur PT KMK Global Sports, mengamini kondisi tersebut. Ia memproyeksi pertumbuhan bisnis sepatu perusahaan ini cuma tumbuh 5% saja dari tahun lalu.
Sekadar informasi, tahun lalu, KMK memproduksi 12,4 juta pasang sepatu dan tahun ini KMK hanya mematok produksi 12,8 juta pasang sepatu.
Erry juga berharap, membaiknya ekonomi Indonesia dan global akan mengangkat industri sepatu agar Indonesia mampu berdaya saing dengan produk luar. "Menjelang akhir tahun ini tidak ada perubahan, kenaikannya cuma 5%, tidak sesuai harapan" kata Erry kepada KONTAN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News