Reporter: Anastasia Lilin Y, Namira Daufina | Editor: Anastasia Lilin Yuliantina
JAKARTA. Hajatan politik nasional berupa pemilihan umum (pemilu) membikin Java Festival Production harus menahan diri menggeber bisnis pertunjukannya. Tahun ini, perusahan milik Peter Gontha itu cuma bisa mengail cuan dari dua pertunjukan yakni Java Jazz Festival dan Sounds Fair saja.
Jika Java Jazz sudah dihelat pada 28 Februari–2 Maret 2014, Sounds Fair baru akan berlangsung Oktober nanti. "Kami menargetkan 30.000 penonton untuk tiga hari," ujar Dewi Gontha, Direktur Java Festival Production kepada KONTAN, Jumat (5/9).
Java Festival mematok harga tiket Rp 200.000 per hari. Jadi jika target penonton tercapai, perusahaan itu berpeluang mengantongi pendapatan Rp 6 miliar dari penjualan tiket saja.
Target penonton itu jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah penonton Java Jazz. Java Festival mengklaim mendatangkan 113.000 penonton pada tahun ini. Jumlah itu sekaligus terbanyak dalam tiga tahun terakhir Java Jazz, yang rata-rata memikat 100.000 penonton.
Perusahaan itu hanya berani mematok target penonton 30.000 karena Sounds Fair adalah pertunjukan yang baru akan digelar pertama kali tahun ini. Pertunjukan yang menyasar penonton usia 20-35 tahun itu menyuguhkan atraksi musik bergenre rhythm and blues (R n B) soul, electronic serta pop rock.
Aksi Java Festival menyuguhkan Sounds Fair itu tak berarti menghentikan dua pertunjukan musik lain yang tahun ini tak diselenggarakan, yakni Java Rockin'Land dan Java Soulnation. Dewi bilang kedua pertunjukan itu tak diselenggarakan karena bertepatan dengan kampanye dan momen pemilu.
Sementara itu, disinggung perihal kabar Java Jazz bakal diambil alih pemerintah Singapura, Dewi tegas membantah kabar itu. Meski, dia tak memungkiri perusahaannya pernah bertemu dengan penyelenggara pertunjukan jazz dari Negeri Singa.
Isi pertemuan itu adalah membahas proses penyelenggaraan festival di Indonesua dan Singapura supaya artis yang diundang tidak bentrok. “Java Jazz akan tetap menjadi milik Java Festival Production dan tidak akan dijual ke Singapura," tegas Dewi.
Kabar pengambilalihan Java Jazz itu meluncur dari analisis Direktur Institute for Developmet of Economics and Finance (INDEF) Didiek J Rachbini. Menurutnya promosi pariwisata Singapura yang gencar bisa mengancam pariwisata Tanah Air. Termasuk bisnis pertunjukan. "Sudah ada usaha Singapura mulai mencontoh. Jadi kalau semula koordinasi supaya artis tidak bentrok, lama-lama bisa jadi Java Jazz pindah di Singapura," ujar Didiek.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News