Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perkembangan industri tambang dan industri hilirisasinya dalam bentuk pemurnian atau smelter di Pulau Sulawesi memicu peningkatan penggunaan listrik, khususnya untuk tahun ini.
Peningkatan Direktorat Ketenagalistrikan (Ditjen Gatrik) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah membuat Sulawesi masuk dalam keadaan 'merah' atau membutuhkan tambahan pasokan.
Keadaan ini, dirincikan oleh Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi. Ia juga menyebut Sulawesi sebagai salah satu pulau di Indonesia yang memiliki tantangan tersendiri dalam pemenuhan listrik, termasuk yang bersumber dari energi bersih.
Baca Juga: Eksplorasi Tambang di Indonesia: Rasio Sukses Lebih Rendah dari Global, Kenapa?
“Challenge kita adalah di Sulawesi. Kita tahu ya, mining sektor bergeliat di sana. Listrik, sebetulnya kalau dari Dirjen Ketenagalistrikan mengatakan di tahun ini sudah mulai lampu kuning, bahkan mau ke merah. Jadi apa? listriknya perlu banget di sana,” kata Eniya dalam diskusi ‘Mengelola Transisi Energi’ yang dilaksanakan Paramadina di Jakarta, Rabu (18/06).
Eniya juga bilang, khususnya di wilayah Sulawesi bagian Utara terdapat banyak potensi EBT. Seperti panas bumi, air, surya higga angin (bayu).
Sedangkan posisi industri tambang dan smelter di Sulawesi berada di Sulawesi Tengah, Tenggara dan Selatan. Sehingga masih diperlukan banyak transmisi untuk dapat menyalurkan listrik berbasis EBT ke kawasan industri pertambangan tersebut.
“Industri smelter atau tambang itu di tengah-tengah. Di Morowali, di tengah situ ya, ke arah bawah Sulawesi. Nah, yang atas itu Sulawesi Utara over (listrik) sekarang, tetapi terkendala, tidak ada transmisinya,” jelas dia.
Asal tahu saja, berdasarkan catatan ESDM, pulau Sulawesi termasuk dalam pulau di Indonesia yang memiliki perkembangan pesat industri tambang dan hilirisasinya.
Sulawesi Tenggara dikenal sebagai daerah penghasil nikel terbesar dengan lokasi tambang di Konawe, Kolaka, dan Konawe Utara. Di Sulawesi Tengah, terdapat tambang dan smelter di Morowali, yang merupakan salah satu lokasi tambang nikel terbesar di dunia. Sedangkan Sulawesi Selatan juga memiliki tambang nikel, terutama di Sorowako, yang dikelola oleh PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Baca Juga: RI Miliki Potensi 59,45 GW Energi Surya di Lahan Bekas Tambang, Baru Realisasi 600 MW
Disamping itu, Eniya juga memaparkan, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025 - 2034, telah ditargetkan penambahan kapasitas sebesar 69,5 GW. Dari jumlah tersebut 42,6 GW di antaranya akan berasal dari EBT, 16,6 GW dari fosil, dan 10,3 GW storage.
Khusus untuk Sulawesi, sumber pembangkit EBT yang dikembangkan akan berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Air/Mini Hydro (PLTA/M) sebesar 4.606 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) 305 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBio) sebesar 236 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 1.530 MW, dan Pembangkit Listrik Tenaga Angin/Bayu (PLTB) sebesar 1.010 MW.
Selanjutnya: Kemendag Tegaskan Tidak Ada Produk China Masuk Lewat Marketplace
Menarik Dibaca: Resep Ayam Bumbu Hitam Khas Madura yang Empuk dan Gurih Meresep, Bumbunya Nendang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News