Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia menempati posisi kedua dunia dalam potensi pengembangan energi surya di atas lahan bekas tambang batubara, dengan kapasitas mencapai 59,45 gigawatt (GW). Sayangnya, pemanfaatan potensi ini masih minim.
Hingga kini, rencana pemanfaatan energi surya di lahan bekas tambang di Indonesia baru mencapai 600 megawatt (MW), atau kurang dari 1% dari total potensinya.
Temuan ini diungkap dalam laporan terbaru Global Energy Monitor (GEM) bertajuk “Bright Side of the Mine: Solar’s Opportunity to Reclaim Coal’s Footprint” yang dirilis Rabu (18/6).
Baca Juga: Cadangan Batubara RI Cukup untuk 50–60 Tahun, Eksplorasi Terkendala Regulasi
Laporan tersebut mengidentifikasi 446 tambang batu bara di dunia seluas total 5.820 km² yang dapat dikonversi menjadi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dengan potensi menghasilkan hampir 300 GW energi bersih atau setara 15% kapasitas PLTS global saat ini.
Indonesia disebut sebagai salah satu negara dengan potensi terbesar, bersama Australia, Amerika Serikat, dan India.
Kalimantan Paling Potensial
GEM mencatat, di Indonesia terdapat 26 tambang batu bara seluas 1.190 km² yang diperkirakan akan tutup pada 2030. Lahan-lahan ini berpotensi dikembangkan menjadi PLTS dengan kapasitas hingga 59,45 GW.
Adapun wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur menjadi kantong utama tambang yang segera habis masa operasinya dalam lima tahun ke depan.
"Warisan batubara tertulis di tanah, tetapi warisan itu tidak harus menentukan masa depan. Transisi tambang ke energi surya telah dimulai dan siap dimanfaatkan," ujar Cheng Cheng Wu, Manajer Proyek Energy Transition Tracker GEM.
Baca Juga: Beda dengan Minyak Mentah, Batubara dalam Negeri Tak Terdampak Perang Israel-Iran
Namun sejauh ini, realisasi masih terbatas. Salah satunya, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) baru mengumumkan rencana pembangunan PLTS di tiga lokasi bekas tambang, yakni:
- Sumatera Barat (200 MW)
- Sumatera Selatan (200 MW)
- Kalimantan Timur (30 MW)
Meski telah diumumkan sejak 2021 dan dikonfirmasi ulang pada 2023, belum ada perkembangan signifikan di lapangan.