Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga komoditas batubara menjadi batu sandungan bagi emiten semen. Lonjakan harga batubara yang terjadi sejak tahun lalu membuat kenaikan biaya produksi yang tinggi bagi seluruh pemain semen, termasuk PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP).
Hal ini tercermin dari beban pokok pendapatan pada tahun lalu yang meningkat sebesar 6,3% dari semula Rp 9,07 triliun menjadi Rp 9,64 triliun. Kenaikan ini seiring peningkatan volume penjualan dan tingginya biaya energi, terutama dari harga batubara.
Dus, Indocement menaikkan harga jual produk semen kantong sekitar 6%–8% di sebagian besar area pasar yang kuat selama kuartal keempat 2021. Namun, kenaikan harga jual ini dinilai belum sepadan dengan biaya energi yang semakin meningkat sejak awal tahun 2021.
Baca Juga: Sepanjang 2021, Indocement Tunggal Prakarsa (INTP) Raih Pendapatan Rp 14,77 Triliun
Lonjakan tinggi pada harga batubara membuat INTP harus menaikkan kembali harga jual semen di pertengahan bulan Maret 2022. Christian Kartawijaya, Direktur Utama Indocement Tunggal Prakarsa mengatakan, rentang kenaikan harga jual ini bervariasi mulai dari 6% sampai 8%.
Ini sebagai usaha untuk membebankan ke konsumen sebagian beban kenaikan biaya energi, ditambah dengan kenaikan harga kertas dan bahan baku lainnya dan efek tekanan inflasi dari kondisi saat ini.
“Kami menantikan batubara dengan domestic market obligation (DMO), karena harga naik 6%-8% belum cukup untuk pass through,” terang Christian dalam paparan publik yang digelar Jumat (25/3).
Christian mengatakan, untuk menekan biaya, INTP telah meningkatkan konsumsi bahan bakar alternatif dari semula 9,3% pada 2020 menjadi 12,2% pada 2021. INTP juga melakukan peningkatan penggunaan batubara berkalori rendah atau low calorific value (LCV) dari semula 80% menjadi 88%.
Baca Juga: Pendapatan Indocement Tunggal (INTP) Naik 4,13% Sepanjang 2021
“Untuk tahun 2022 kami mencoba menaikkan penggunaan bahan bakar alternatif sebesar 2%-4% untuk memitigasi kenaikan harga batubara terhadap biaya energi,” terang Christian. Dia berharap penyaluran DMO akan berlaku adil bagi semua pemain semen.
Sebab, jika tidak diberikan secara merata untuk semua pabrikan semen, tentunya hal ini akan menjadi backfire dan berefek negatif terhadap industri semen. Ini mengakibatkan adanya kompetisi yang tidak seimbang antara perusahaan yang mendapat DMO dengan perusahaan yang tidak dapat.
Selain itu, INTP juga melakukan pengendalian biaya tetap seperti belanja modal atau capital expenditure (capex) untuk menghadapi kenaikan biaya energi. INTP juga memanfaatkan fasilitas refused derived fuel (RDF) sebagai bahan bakar alternatif. Ditambah, INTP juga tengah gencar memperkenalkan semen hidrolik atau semen hijau yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi konsumsi CO2.
Tahun ini, Indocement mengalokasikan belanja modal kurang lebih Rp 1 triliun. Sebagian digunakan INTP untuk sustainability development guna menjadi perusahaan yang lebih hijau. INTP rutin melakukan investasi setiap tahun di bag penyaringan (filter) guna mengurangi emisi debu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News