kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kalbe Farma (KLBF) bidik pertumbuhan top line 7%-9% pada 2020


Minggu, 26 Januari 2020 / 17:57 WIB
Kalbe Farma (KLBF) bidik pertumbuhan top line 7%-9% pada 2020
ILUSTRASI. Produk obat PT Kalbe Farma Tbk (KLBF). Foto di Jakarta (23/4). KONTAN/Daniel Prabowo/23/04/2010


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto

Selain itu, perseroan juga berencana untuk terus memperluas target penjualan pasarnya. Tahun ini, KLBF berencana menjajaki Dubai sebagai target ekspor baru untuk produk Hydrococo.

Seiring dengan pertumbuhan positif pada sisi top line, KLBF juga berharap bisa membukukan pertumbuhan pada sisi laba bersih. Kendati demikian, Vidjongtius mengaku belum bisa memperkirakan berapa pertumbuhan laba yang bisa diraih.

Menurutnya, laba bersih perseroan akan sangat bergantung pada fluktuasi nilai mata uang rupiah. Maklum saja, sebagian bahan baku produk-produk KLBF memang masih diperoleh secara impor.

Sementara, perseroan tidak bisa seenaknya menaikkan harga jual produk untuk menyesuaikan fluktuasi harga bahan baku yang dipengaruhi oleh nilai rupiah.

Apalagi, penetapan harga produk  untuk penjualan kepada segmen pasar tertentu seperti misalnya segmen pasar BPJS memang tidak bisa diubah.

Baca Juga: Anak Usaha Kalbe Farma Bikin Gudang Baru

Meski begitu, Ia melihat adanya tren yang positif pada pergerakan harga rupiah. Vidjongtius mencatat pergerakan rupiah masih berada di level Rp 13.600 - Rp 13.700 per dolar AS, lebih baik dibanding pergerakan harga rupiah tahun lalu yang cenderung berada di atas Rp 14.000 per dolar AS. Dengan kecenderungan yang seperti ini, Ia memperkirakan laba bersih perseroan tumbuh minimal 3%-5% dibanding tahun lalu.

“Kalau rupiahnya strong, konsisten sepanjang tahun, nah itu akan lebih bagus lagi. Tapi kalau dia cuma sebentar, sebulan misalnya atau bulan depan dia turun lagi ya memang bottom line enggak terlalu strong amat,” jelas Vidjongtius.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×