Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kalbe Farma Tbk optimistis bisnisnya masih bisa berlari kencang. Tahun ini, emiten yang memiliki kode saham “KLBF” tersebut membidik pertumbuhan penjualan sekitar 7%-9% dibanding tahun lalu.
Optimisme ini bukannya tanpa alasan. Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk Vidjongtius mengatakan memperkirakan kondisi makroekonomi pada tahun ini memiliki prospek yang positif.
Dari segi permintaan, terdapat indikasi optimisme pasar dari konsumen ritel. Hal ini juga ditunjang oleh pertumbuhan ekonomi yang diharapkan bisa konsisten di atas 5%.
“Ini kan yang memberikan kita harapan bahwa 2020 ini lebih baik dibanding 2019,” ujar Vidjongtius ketika ditemui pada Jumat (24/01).
Baca Juga: Anggarkan capex Rp 1 triliun, Kalbe Farma (KLBF) selesaikan proyek jelang lebaran
Selain itu, perseroan memperkirakan adanya potensi pertumbuhan pendapatan dari segmen pasar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sekitar kurang lebih 10% pada tahun ini.
Namun demikian, ia belum bisa membeberkan nilai kontrak dengan BPJS pada tahun ini lantaran masih diproses.
Asal tahu saja, segmen pasar BPJS menyumbang sekitar 15% dari total penjualan segmen usaha farmasi. Sementara itu, segmen usaha farmasi sendiri memiliki kontribusi sekitar 25% dari total pendapatan usaha KLBF.
Untuk mengejar target, perseroan akan terus berupaya menjaga merek dari produk-produk KLBF agar tetap menjadi top of mind dalam masyarakat serta menggenjot penjualan produk-produk perseroan di berbagai marketplace yang ada.
Baca Juga: Bangun Sejumlah Pabrik, Kalbe Farma (KLBF) Siapkan Capex Rp 1 Triliun
Selain itu, perseroan juga berencana untuk terus memperluas target penjualan pasarnya. Tahun ini, KLBF berencana menjajaki Dubai sebagai target ekspor baru untuk produk Hydrococo.
Seiring dengan pertumbuhan positif pada sisi top line, KLBF juga berharap bisa membukukan pertumbuhan pada sisi laba bersih. Kendati demikian, Vidjongtius mengaku belum bisa memperkirakan berapa pertumbuhan laba yang bisa diraih.
Menurutnya, laba bersih perseroan akan sangat bergantung pada fluktuasi nilai mata uang rupiah. Maklum saja, sebagian bahan baku produk-produk KLBF memang masih diperoleh secara impor.
Sementara, perseroan tidak bisa seenaknya menaikkan harga jual produk untuk menyesuaikan fluktuasi harga bahan baku yang dipengaruhi oleh nilai rupiah.
Apalagi, penetapan harga produk untuk penjualan kepada segmen pasar tertentu seperti misalnya segmen pasar BPJS memang tidak bisa diubah.
Baca Juga: Anak Usaha Kalbe Farma Bikin Gudang Baru
Meski begitu, Ia melihat adanya tren yang positif pada pergerakan harga rupiah. Vidjongtius mencatat pergerakan rupiah masih berada di level Rp 13.600 - Rp 13.700 per dolar AS, lebih baik dibanding pergerakan harga rupiah tahun lalu yang cenderung berada di atas Rp 14.000 per dolar AS. Dengan kecenderungan yang seperti ini, Ia memperkirakan laba bersih perseroan tumbuh minimal 3%-5% dibanding tahun lalu.
“Kalau rupiahnya strong, konsisten sepanjang tahun, nah itu akan lebih bagus lagi. Tapi kalau dia cuma sebentar, sebulan misalnya atau bulan depan dia turun lagi ya memang bottom line enggak terlalu strong amat,” jelas Vidjongtius.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News