kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kapasitas produksi petrokimia hulu lokal penuhi 70% kebutuhan nasional di 2025


Selasa, 22 September 2020 / 19:24 WIB
Kapasitas produksi petrokimia hulu lokal penuhi 70% kebutuhan nasional di 2025
ILUSTRASI. Suasana kawasan kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, Jawa Timur, Sabtu (21/12/2019). PT Pertamina (Persero) berencana mengembangkan kawasan tersebut menjadi pusat industri petrokimia yang terintegrasi dengan kilang nasional. ANT


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) ingin terus mendorong peningkatan kapasitas produksi petrokimia hulu nasional. Targetnya, kapasitas produksi nasional bisa memenuhi 60%-70% dari total kebutuhan dalam negeri pada tahun 2025 mendatang.

Fridy Juwono, Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin mengatakan, industri petrokimia hulu memiliki peran yang sentral dalam menopang aktivitas berbagai industri, sebab produk-produk petrokimia dibutuhkan sebagai bahan baku oleh industri-industri turunannya.

Untuk produk etilen misalnya, biasa digunakan untuk membuat kemasan dan plastik. Begitu pula dengan produk-produk petrokimia hulu lainnya yang juga dibutuhkan dalam sektor konstruksi, otomotif, dan lain-lain.

Sayangnya, kapasitas produksi petrokimia hulu nasional saat ini masih terbatas. Menurut catatan Fridy, industri petrokimia hulu di dalam negeri baru bisa memenuhi sekitar 50% dari total kebutuhan nasional.

Baca Juga: Kemenperin memperkuat industri bahan baku obat

Akibatnya, sebagian kebutuhan produk petrokimia hulu sisanya terpaksa dipenuhi melalui impor sehingga defisit perdagangan ekspor-impor di sektor petrokimia secara keseluruhan terkadang menjadi tidak terhindarkan.

Hal ini tercermin misalnya pada realisasi perdagangan ekspor-impor di sektor petrokimia di tahun 2019. Fridy mencatat, impor produk petrokimia secara keseluruhan mulai dari hulu sampai hilir mencapai hampir US$ 20 miliar di tahun 2019, sementara ekspornya hanya mencapai US$ 8 miliar di periode yang sama.

Fridy menduga, minat investasi di sektor petrokimia hulu yang rendah disebabkan oleh tingginya biaya investasi yang diperlukan untuk membangun fasilitas produksi petrokimia hulu.

“Yang jadi masalahnya selama ini kan investasinya besar, lahan yang (dibutuhkan) cukup luas juga kan,” kata Fridy kepada Kontan.co.id, Selasa (22/9).

Dihubungi terpisah, Suhat Miyarso, Direktur Eksekutif Federasi Industri Kimia Indonesia (FIKI) menilai bahwa minat investasi yang rendah di bidang industri kimia hulu secara umum dipicu oleh sejumlah faktor.

Selain biaya investasi yang mahal, minat yang rendah juga diduga disebabkan oleh proses pengurusan perizinan yang dinilai masih sulit.

Menurutnya, meski sudah terdigitalisasi, proses pengurusan perizinan di platform Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS) masih belum optimal. Di samping itu, izin usaha lokal di tingkat daerah juga masih sulit didapat.

Baca Juga: PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) Mengoperasikan Dua Pabrik Baru di Cilegon

Di sisi lain, ketika dalam hal semua perizinan sudah didapat, pelaku industri lokal juga masih dihadapkan pada tingkat persaingan pasar yang ketat di pasaran akibat adanya gempuran produk impor.

“Gempuran barang impor juga sangat kuat, sehingga (pelaku usaha) harus sangat efisien agar bisa bertahan,” terang Suhat kepada Kontan.co.id.

Terlepas dari sejumlah kendala di atas, Kemenperin masih optimis mampu mendorong peningkatan kapasitas produksi petrokimia hulu nasional agar mencapai target yang dibidik.

Caranya, Kemenperin akan terus melakukan pendekatan dan komunikasi kepada pelaku usaha, baik melalui asosiasi maupun kepada masing-masing pelaku industri secara langsung.

Dalam pendekatan tersebut, Kemenperin akan mengomunikasikan berbagai hal, mulai dari potensi pasar petrokimia hulu di Indonesia, hingga berbagai insentif fiskal seperti misalnya stimulus tax allowance dan tax holiday bagi investor, maupun berbagai kemudahan-kemudahan usaha yang bisa didapat oleh investor.

Upaya Kemenperin tidak berhenti sampai di situ. Fridy menegaskan, Kemenperin masih akan terus melakukan dan memberikan pendampingan usaha kepada investor, baik ketika melakukan pengurusan perizinan, maupun ketika investor menjalankan kegiatan usaha setelah segala perizinan didapat nantinya dengan melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga lain.

Baca Juga: Ada pandemi, Chandra Asri (TPIA) sukses selesaikan pembangunan dua pabrik anyar

Hal ini sudah pernah dilakukan oleh Kemenperin sebelumnya. Ketika pelaku usaha mengeluhkan tarif gas yang tinggi misalnya, Kemenperin mengambil langkah tindak lanjut untuk mengusahakan agar tarif gas industri bisa ditekan turun menjadi sebesar US$  6 per mmbtu.

“Jangan sampai mereka jalan sendiri tanpa ada bantuan. Jadi kalau ada apa-apa Pak Menteri (Agus Gumiwang Kartasasmita) sangat concern untuk memfasilitasinya, apapun itu yang bisa kita fasilitasi kita fasilitasi,” jelas Fridy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×